Rabu, 28 November 2012

Surat Gembala Natal 2012 Mgr Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin


Dibacakan pada waktu Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke IV, di seluruh Gereja/Kapel Katolik Keuskupan Banjarmasin.

”MEMAHAMI, MERAYAKAN DAN MEWUJUDKAN IMAN SECARA BENAR”


Surat Gembala Natal 2012
Mgr Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin

Kepada para Imam, Frater, Bruder, Suster, Ibu Bapak, orang muda, remaja, anak-anak, saudara-saudari umat Katolik Keuskupan Banjarmasin di manapun berada, salam sejahtera, kasih dan berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.

1.      Gereja semesta mengawali Tahun Baru Liturgi Gerejawi (Tahun C) pada Hari Minggu Pertama Adven, tanggal 2 Desember 2012. Pada hari itu Gereja memasuki masa Natal yang akan berlangsung sampai pada tanggal 6 Januari 2013, Hari Raya Penampakan Tuhan yang dulu disebut Hari Raya Tiga Raja. Tanggal 6 Januari 2013 itu ditetapkan pula sebagai Hari Anak Misioner Sedunia, saat seluruh Gereja diingatkan bahwa jati diri Gereja, termasuk di dalamnya anak-anak, adalah bermisi.  Mewartakan Yesus Sang Juru Selamat kepada orang yang belum mengenalNya adalah tugas pokok Gereja. “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16).

2.      Masa Natal tahun ini (termasuk masa persiapannya yaitu empat pekan masa Adven) dirayakan Gereja semesta tidak lama sesudah Bapa Suci Benedictus XVI memaklumkan pada tanggal 11 Oktober 2012 yang lalu dimulainya Tahun Iman yang akan berlangsung terus sampai tanggal 24 November 2013 yang akan datang. Bapa Suci mengajak seluruh umat beriman untuk memahami apa iman itu, menghayatinya dengan mantap dan penuh keyakinan. Iman itu dirayakan dengan sukacita dalam ibadat khususnya Ekaristi. Selanjutnya diamalkan dalam hidup berkeluarga, dalam persekutuan dengan sesama umat dan ditampilkan dengan kesaksian dalam hidup bermasyarakat di tempat di mana Allah mengutus kita, di manapun, kapanpun, dalam keadaan apapun, dan dalam berbagai cara.

3.      Sebelum Tahun Iman dibuka oleh Bapa Suci, umat Keuskupan kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk mensyukuri 75 tahun berdirinya Gereja Lokal Keuskupan Banjarmasin (1938-2013). Puncak perayaan akan diselenggarakan tahun depan pada hari Minggu tanggal 20 Oktober 2013, kurang lebih sebulan sebelum penutupan Tahun Iman. Salah satu kegiatan utama untuk merayakan Yubileum 75 tahun Keuskupan itu ialah penyelenggaraan Sinode Diosesan yang pertama sepanjang usia Keuskupan. Sinode adalah sidang akbar seluruh umat (imam, biarawan-biarawati, umat) melalui wakil-wakil mereka untuk membicarakan masalah-masalah Keuskupan dan mencarikan jalan keluarnya (Kitab Hukum Kanonik kanon 460-468). Pada sidang-sidang prasinode pada tingkat komunitas, paroki, maupun dekenat, salah satu masalah yang selalu dan hampir di mana-mana ditampilkan ialah lemah dan kurangnya pemahaman umat tentang apa iman itu. Pemahaman yang keliru serta pengetahuan yang minim berakibat pada meleset dan lemahnya perayaan iman. Selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam mengumat maupun dalam memasyarakat peranan iman itu tidak menonjol dan tidak membawa pengaruh. Dengan demikian kehidupan beriman kurang bermakna, baik bagi orang bersangkutan, bagi umat seluruhnya maupun bagi masyarakat.

Selama masa Adven umat kami ajak untuk mendalami tema-tema tentang iman, khususnya tentang ajaran resmi Gereja Katolik. Mari mengisi masa Adven ini dengan menghadiri pertemuan-pertemuan pendalaman iman. Sementara itu secara batin setiap orang mempersiapkan hati untuk menyambut Sang Juru Selamat yang lahir sebagai kanak-kanak Yesus. Bukan pertama-tama dengan persiapan lahiriah yang mengikuti selera pasar yang serba “wah”, melainkan dengan lebih tekun beribadat, menerima sakramen-sakramen dan membaca Kitab Suci.

4.      Dalam Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 5-15 November yang lalu, dibahas beberapa hal. Pokok pertama yang diperbincangkan secara mendalam selama 3 hari pertama adalah tanggung jawab Gereja dalam menjaga dan melestarikan seluruh ciptaan (Kej. 2:15). Hasil dari pembahasan itu disajikan kepada masyarakat luas dalam bentuk “Pesan Pastoral Sidang KWI 2012 tentang Ekopastoral”. Kami sangat menganjurkan supaya pesan itu diperbanyak dan diperluaskan kepada sesama umat, teman, rekan kerja dan siapa saja. Dalam percakapan resmi atau santai hendaknya isinya dibahas, didalami dan dijadikan pegangan dalam bersikap dan bertindak dalam menghadapi dan memperlakukan alam ciptaan di sekitar kita. Menyayangi lingkungan hidup di sekitar kita, melestarikan keutuhannya untuk kesejahteraan bersama, merupakan ungkapan syukur iman kepada Allah yang menciptakan alam semesta dengan baik sekali (Kej 1:31) melulu karena kasihNya yang tanpa batas kepada manusia.

Hasil lain dari Sidang KWI itu ialah Pesan Natal bersama PGI-KWI 2012 yang berjudul “Allah telah mengasihi kita” (bdk. 1 Yoh 4:19). Pesan itu memang pertama-tama ditujukan kepada umat kristiani. Tetapi sesungguhnya menyentuh keberadaan kita sebagai manusia, siapapun dia, karena inti perayaan Natal ialah Allah Sang Mahakasih telah rela meninggalkan KeallahanNya untuk tinggal sebagai manusia di antara manusia berdosa. Dan dengan demikian peristiwa Natal mengajarkan kepada kita bahwa kasih itu diungkapkan dalam berbagi dan memberi. Allah mengasihi manusia, siapapun, dengan berbagi dan memberikan hidupNya kepada manusia. Maka bukti nyata tak terbantahkan iman akan Allah Sang Kasih abadi dan sempurna ialah kerelaan untuk berbagi dengan sesama serta memberikan dengan rela dan iklas.

5.      Oleh karena itu memasuki masa Natal, dalam rangka mengisi Tahun Iman seraya mempersiapkan Sinode Keuskupan bulan Juli 2013 yang akan datang dan menyongsong Perayaan Yubileum 75 tahun Keuskupan Banjarmasin, kami mengajak umat untuk:
a.       Memperjuangkan dan mewujudkan secara lebih sungguh kasih persaudaraan dalam hidup sehari-hari. Itulah kesaksian iman kita yang paling kasat mata dan berdaya pengaruh yang dasyat. “Semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi “ (Yoh 13:35).
b.      Berupaya dengan sekuat tenaga untuk saling memberikan waktu dan perhatian sebagai tanda kasih kepada sesama dalam lingkup keluarga, komunitas, paroki bahkan dalam kehidupan memasyarakat dengan tetangga, rekan sekerja dan siapa saja.
c.       Mewujudkan dan menggalakkan gerakan mencintai dan memelihara ciptaan dan lingkungan hidup mulai dari keluarga-keluarga. Mengelola limbah dan sampah rumah tangga dengan semestinya tanpa membebani orang lain merupakan wujud iman akan Allah Pengasih. Memelihara lingkungan hidup di sekitar kita sehingga tetap asri dan nyaman untuk dihuni oleh setiap anak-anak Tuhan menegaskan keikutsertaan kita untuk “menciptakan” dunia ini bersama Allah Pencipta.

Saudari-saudara, anak-anak yang terkasih,
pada saat membaca seruan ini, hidup tidak seindah pelangi, suasana di sekitar kita tidak seterang sinar matahari pagi. Sebaliknya ada banyak penderitaan dan kemalangan, kegagalan dan kepahitan, kebencian, permusuhan  dan peperangan. Tetapi Dia yang menciptakan dan mengasihi kita memberikan jaminan, “Ya, Aku segera datang”. Maka dengan iman mantap dan sukacita kita berseru, “Amin, datanglah Tuhan Yesus” (Why 22:20). Selamat memasuki masa Adven dan merayakan Natal. Salam sejahtera dan berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.


Banjarmasin, pada peringatan Martir-Martir Vietnam,
24 November 2012



Mgr Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin

Oleh-oleh dari Sidang Tahunan dan Sinodal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 5-15 November 2012 di Jakarta


Oleh-oleh dari Sidang Tahunan dan Sinodal
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
5-15 November 2012 di Jakarta


1.      Kitab Hukum Kanonik (KHK) menetapkan bahwa “Konferensi Waligereja, suatu lembaga tetap, ialah himpunan para Uskup suatu bangsa atau wilayah tertentu yang melaksanakan perbagai tugas pastoral bersama-sama untuk kaum beriman krisitiani wilayah itu, untuk meningkatkan kesejahteraan yang diberikan Gereja kepada manusia, terutama lewat bentuk-bentuk dan cara-cara kerasulan yang disesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat, menurut norma hukum” (KHK, kanon 447).

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah badan tetap di mana para Uskup se-Indonesia berkumpul untuk membicarakan masalah-masalah pastoral dan cara-cara kerasulan demi pelayanan umat Katolik bahkan masyarakat Indonesia pada umumnya. KWI bukanlah badan di atas Keuskupan-Keuskupan. Ketua KWI bukanlah atasan para Uskup, biarpun beliau itu seorang Kardinal. Setiap Keuskupan otonom dan Uskup yang mengepalai Keuskupan, biasa disebut Uskup diosesan, bukan bawahan Ketua KWI. Uskup diosesan hanya bertanggung jawab terhadap Paus di Vatikan.

Kekuasaan tertinggi KWI ada pada Uskup-Uskup anggota yang bersidang sekali setahun, biasanya pada hari Senin pertama dalam bulan November. Kekuasaan itu dijalankan oleh sebuah Presidium yang bersidang 4 kali setahun, masing-masing selama 3 hari. Dalam Sidang Presidium itu dibahas pelaksanaan dan evaluasi Keputusan-keputusan Sidang Tahunan KWI. Presidium dibantu oleh Komisi-Kimisi yang mengolah, menjabarkan dan menjalankan Keputusan-keputusan Sidang Tahunan tadi. Presidium terdiri dari Ketua (dalam bahasa Inggris: President), dua Wakil Ketua, seorang Sekretaris Jenderal, seorang Bendahara dan beberapa anggota. Sekretaris Jenderal mengepalai Kantor KWI yang berlokasi di Jln. Cut Mutiah 10, Menteng Jakarta Pusat. Tugas sehari-hari Sekretaris Jenderal dilaksanakan oleh seorang Sekretaris Eksekutif, biasanya seorang imam. Tugas-tugas Konferensi dijalankan dalam keseharian oleh Komisi atau Sekretariat yang diketuai oleh seorang Uskup dengan seorang imam/ bruder/ suster/ awam sebagai sekretarisnya dan dibantu oleh anggota-anggotanya.

Dalam tahun-tahun terakhir setiap Sidang Tahunan selalu diawali dan ditutup dengan Rapat Presidium. Sidang sendiri dimulai dengan tiga hari studi yang setiap tahunnya mendalami tema-tema berbeda. Tema diusulkan peserta sidang tahun sebelumnya dan diputuskan dalam salah satu Sidang Presidium.

2.      Sidang Tahunan tahun 2012 adalah sekaligus Sidang Sinodal. Setiap tiga tahun sekali diadakan laporan pertanggung jawaban Presidium dan Komisi-komisi atas kinerjanya selama tiga tahun terakhir. Pada hari sebelum penutupan sidang diadakan pemungutan suara untuk meilih petugas-petugas baru, mulai dari Ketua sampai dengan Ketua Komisi/ Sekretariat.

Tema hari-hari studi tahun 2012 adalah “Keterlibatan Gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan”. Tema ini mencerminkan kepedulian Gereja Katolik terhadap dipelihara dan dilestarikannya ciptaan Tuhan sehingga manusia sebagai ciptaan tertinggi dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di bumi ini bagaikan di rumahnya sendiri. Untuk memperluas wawasan dan mempertajam pandangan peserta, diundanglah 3 pakar yaitu: Prof. DR. Emil Salim, DR. Maria Ratnaningsih, SE, MA, DR. Samuel Oto Sidin, OFM. Cap. Prof. Emil Salim berhalangan hadir karena pada hari beliau diharapkan hadir, beliau sebagai penasihat Presiden bidang lingkungan hidup, harus berangkat bertugas ke Manila. Dr. Maria Ratnaningsih, warga paroki Ciledug Jakarta, seorang pakar dalam lingkungan hidup, asisten Prof. Emil Salim, menegaskan bahwa umat Katolik, siapapun dia, bertanggung jawab karena imannya untuk memelihara dan melestarikan ciptaan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi berkat bukan kutuk bagi sesama. Pater Samuel Oto Sidin, adalah seorang Imam Kapusin mantan provinsial, yang menerima anugerah Kalpataru dari Presiden, karena berhasil menghijaukan kembali sebuah bukit di Kalimantan Barat. Bukit yang semula gundul beliau tanami dengan berbagai jenis pohon sehingga bukit menjadi penangkap air dan jadi sumber mata air bagi masyarakat sekitarnya.

Hasil akhir dari tiga hari studi itu adalah suatu seruan berupa “Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 Tentang Ekopastoral”. Teks dapat diakses melalui beberapa media dan sudah dikirimkan kepada semua pastor paroki supaya disebarluaskan kepada umat dan masyarakat pada umumnya. Seruan itu pada bagian akhir mengajak berbagai pihak dalam masyarakat: para pengambil kebijakan publik, pelaku bisnis dan umat kristiani. Semua diingatkan tanggung jawabnya masing-masing supaya dalam kegiatannya yang sah tidak menciderai ciptaan sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi manusia. Dengan demikian Pesan Pastoral ini bisa menjadi pintu masuk kedalam percakapan dengan siapa saja yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkunagn hidup: pemegang hak pengelolaan hutan, perkebunan monokultur seperti kelapa sawit, pertambangan, hasil laut, penanggung jawab pengolahan limbah rumah tangga, pabrik, maupun masyarakat umum.

Para peserta tiga hari studi itu di samping para Uskup anggota KWI dan Uskup Emeritus, juga para imam/ awam, utusan dari Keuskupan-Keuskupan. Mereka itu umumnya penggiat dalam Komisi Keadilan dan Perdamaian serta Keutuhan Ciptaan (singkatan dalam bahasa Inggris: JPIC). Hadir mewakili Keuskupan Banjarmasin, Pastor Jeremias L, CICM, pastor rekan paroki Stella Maris Sungai Danau, yang akrab dengan maraknya penambangan batubara sampai di pemukiman penduduk.

3.      Seusai hari studi, para peserta pulang ke Keuskupan masing-masing dan para Uskup melanjutkan sidang. Para Uskup Emeritus, Kardinal Darmaatmaja, SJ, Mgr. F.X. Hadisumarta, O. Carm, juga pulang ke tempat masing-masing. Hanya Mgr. Blasius Pujaraharja, mantan Uskup Ketapang bertahan sampai akhir sidang. Para Uskup Ketua Komisi didampingi oleh Sekretaris Eksekutif Komisi melaporkan kegiatan selama 3 tahun terakhir. Disertakan pula evaluasi, rencana ke depan dan rekomendasi-rekomendasi.

Di sela-sela laporan itu dibahas juga 2 naskah lain yaitu Pesan Natal Bersama PGI-KWI 2012 dengan judul “Allah telah mengasihi kita”. Teks yang sudah diterima PGI dibahas lagi beberapa kali dalam  beberapa sidang sampai akhirnya dihasilkan teks yang sampai kepada masyarakat luas karena dapat diakses di beberapa sumber media. Pesan itu jangan hanya dibacakan pada saat perayaan Natal bersama melainkan menjadi bahan permenungan sepanjang Tahun Iman dan tahun-tahun selanjutnya.

Masih ada satu rancangan yang belum matang untuk diterbitkan pada akhir sidang. Satu tim kecil dibentuk untuk menyempurnakan teks sehingga sapaan pastoral kepada korban NARKOBA itu siap diedarkan pada hari Anti Narkoba bulan Juni 2013 yang akan datang.

4.      Dalam Sidang Sinodal 2012 ini diadakan pula pemilihan petugas-petugas baru untuk tiga tahun ke depan (2012-2015). Mereka yang sudah bertugas satu periode (2009-2012) masih boleh terpilih untuk satu periode lagi. Sedangkan mereka yang sudah menjabat dua periode berturut-turut (6 tahun) tidak diperkenankan lagi terpilih untuk jabatan yang sama. Pemilihan tertutup, rahasia, tapi dijamin tanpa politik uang. Karen jabatan itu tidak mengenal gaji, tunjangan, uang duduk dan semacamnya. Paling penggantian uang transport dari tempat asal ke Jakarta dan kembalinya! Demikianlah Mgr. Situmorang, OFM Cap Ketua sebelumnya tidak terpilih lagi. Sebagai Ketua, terpilih Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta dan sekaligus Uskup TNI/ Polri dan saat ini merangkap Administrator Apostolik Keuskupan Bandung (sejak kepindahan Mgr. Y. Pujosumarta ke Semarang 2 tahun lalu, Keuskupan Bandung belum mempunyai seorang uskup). Bersama Mgr. Ignatius Suharyo ada beberapa petugas baru, tetapi sebagian masih melanjutkan dari periode sebelumnya (2009-2012). Demikianlah saya masih dipercaya oleh rekan-rekan Uskup untuk duduk di Presidium sebagai anggota, mengetuai Komisi Teologi dan melanjutkan pendampingan terhadap Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (PKKI) dengan menjadi Uskup Penasehat (Episkopal Advisor) Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (BPN PKKI).

Seperti diketahui dari 37 Keuskupan di Indonesia, ada dua Keuskupan yang lowong, tanpa Uskup (bahasa Latin: sede vacante) dan dikepalai oleh pejabat sementara yang mewakili Bapa Suci (Administrator Apostolik). Keuskupan Bandung (Uskupnya dipindah ke Semarang) dijabat sementara oleh Uskup Agung Jakarta dan Keuskupan Tanjung Karang (Lampung) yang lowong karena Mgr. Henrisoesanto pensiun dipercayakan kepada Mgr. Aloysius Sudarso SCY, Uskup Agung Palembang sebagai “Administrator Apostolik”.

Tiga tugas berbeda di KWI sekaligus di samping tugas utama sebagai Uskup diosesan tentu saja memakan banyak waktu dan tenaga. Namun pengalaman selama 3 tahun terakhir membuktikan bahwa para pastor di paroki dan Komisi-komisinya masing-masing serta Dewan Harian Keuskupan (Curia) bekerja dengan sangat rajin dan penuh dedikasi sehingga pelayanan kepada umat tidak terabaikan meskipun Uskup diosesan termasuk Uskup yang “biasa di luar” alih-alih Uskup yang luar biasa. Terimakasih kepada KWI atas kepercayaan yang diberikan, apresiasi, penghargaan yang tinggi kepada para pastor dan umat atas kerjasama dan pengertiannya.

Selamat memasuki masa Adven dan mempersiapkan Perayaan Natal 2012. Selamat menyongsong Tahun Baru 2013. Kita songsong hari esok yang berisi, bermakna, serta mencerahkan. Tuhan memberkati kita, usaha, pekerjaan kita.


Banjarmasin,
Pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam
25 November 2012


Mgr. Petrus Boddeng Timang
Uskup keuskupan Banjarmasin

Jumat, 23 November 2012

Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 Tentang Ekopastoral



 Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 
Tentang Ekopastoral
“Keterlibatan Gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan

Pendahuluan                                                    
1. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari tanah” (Mzm. 104:14). Yang dikutip untuk mengawali Pesan Pastoral ini adalah Mazmur Pujian atas keagungan Tuhan yang tampak dalam segala ciptaan-Nya. Pujian itu mengandung kesadaran iman pemazmur akan tanggungjawab dan  panggilannya untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan, dengan mengusahakan keselarasan dan perkembangan seluruh ciptaan (Kej 2:15). Inilah kesadaran Gereja juga.  Sadar akan pentingnya tanggungjawab dan panggilan tersebut, para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan Pesan Pastoral sebagai buah dari sidang yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 15 November 2012.

Kondisi yang memprihatinkan
2.  Alam semesta  dan manusia  sama-sama diciptakan oleh Allah karena kasih-Nya, sehingga manusia tidak bisa tidak menyadari kesatuannya dengan alam. Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan mengolahnya secara bertanggung jawab. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia dan seluruh makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan hidup sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej 1:10.12.18.21.25.31) dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara.

3. Alam semesta bukanlah obyek yang dapat dieksploitasi sesuka hati tetapi  merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan  dari kehidupan manusia. Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan  status sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.  Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil,  dikelola dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.

4. Tetapi kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu,  dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab.  Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Gereja peduli
5. Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat  harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi seluruh umat manusia. 
6. Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul “Bangkit dan Bergeraklah” yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.

Gereja meningkatkan kepedulian
7. Kami mengajak seluruh umat untuk  meneruskan langkah dan meningkatkan kepedulian dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan ekopastoral untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh karenanya, komitmen ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama, baik dalam Gereja sendiri maupun dengan semua pihak yang terlibat dalam pelestarian keutuhan ciptaan.  
8.Pada akhir Pesan Pastoral ini, kami akan menyampaikan  beberapa pesan:
8.1.Kepada saudara-saudari kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik : kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah lebih diperketat.
8.2. Kepada saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam  akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu, usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih didukung.  
8.3. Kepada umat kristiani sekalian : umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus baru, khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan  kesadaran dan perilaku yang peduli lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum terkait dengan hak hidup dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar  dalam gerakan penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
9. Tahun Iman yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2012, antara lain mengingatkan kita untuk mewujudkan iman kita pada Tuhan secara nyata dalam tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian tanggungjawab dan panggilan kita untuk memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud iman makin dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan kian diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap dan gerakan ekopastoral kita menjadi kesaksian kasih nyata dan “pintu kepada iman” yang “mengantar kita pada hidup dalam persekutuan dengan Allah” (Porta Fidei, No.1). Kita yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan dan mendapat dukungan semua pihak yang berkehendak baik.

Penutup
10. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang telah setia menekuni, mengusahakan dan memperjuangkan kelestarian keutuhan ciptaan dengan caranya masing-masing. Semoga Allah yang telah mencipta segala sesuatu, senantiasa memberkati rencana dan usaha kita bersama ini.
Jakarta,  15 November 2012

P R E S I D I U M
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,


Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal

Rabu, 17 Oktober 2012

SURAT GEMBALA MENYAMBUT HARI MINGGU MISI SEDUNIA Ke- 86 21 Oktober 2012


Dibacakan pada waktu Perayaan Ekaristi Hari Minggu Biasa XXIX, 20-21 Oktober 2012, di seluruh Gereja/Kapel Katolik Keuskupan Banjarmasin.

SURAT GEMBALA MENYAMBUT HARI MINGGU MISI SEDUNIA Ke- 86
21 Oktober 2012

”Dipanggil Untuk Mewartakan Sabda Kebenaran”


Kepada Para Pastor, Frater, Bruder, Suster, umat Kristiani Keuskupan Banjarmasin di manapun Anda berada,

Salam Sejahtera.

  1. Pada hari ini, 21 Oktober 2012 Gereja Katolik sedunia merayakan Hari Misi sedunia ke-86. Perayaan tahun ini sangat istimewa karena ditempatkan dalam kaitan dengan beberapa peristiwa penting dalam Gereja sedunia maupun Gereja lokal Keuskupan Banjarmasin.
Minggu lalu bersama Gereja sedunia kita mengawali Tahun Iman yang dimulaii tanggal 11 Oktober 2012 dan akan ditutup pada tanggal 24 November 2013 tahun depan. Tanggal 11 Oktober 2012 memperingati tepat 50 tahun lalu Konsili Vatikan II dibuka oleh Paus Yohanes XXIII di Vatikan. Pada hari-hari ini, dari tanggal 7-28 Oktober 2012 berlangsung di Vatikan Sinode Para Uskup sedunia di bawah pimpinan Paus. Sinode membahas masalah Evangelisasi Baru. Ada dua orang Uskup dari Indonesia, Mgr. Ignatius Suharyo (Uskup Keuskupan Agung Jakarta) dan Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM (Uskup Keuskupan Jayapura) hadir mewakili para Uskup Indonesia dalam Sinode itu.
Pada tingkat Keuskupan Banjarmasin, kita sedang dalam semangat tinggi dan keterlibatan penuh mempersiapkan Sinode Keuskupan yang akan berpuncak pada bulan Juli 2013 yang akan datang. Sementara itu Misi Meratus yang dicanangkan pada Musyawarah Kerja Pastoral Keuskupan Banjarmasin (Muskerpas) tanggal 2-6 Februari 2009 di Wisma Sikhar Banjarbaru, sudah memasuki tahun ke empat.

  1. Pesan Bapa Paus Benedictus XVI pada hari Minggu Misi ke- 86 ini berjudul: ”Dipanggil Untuk Memancarkan Sabda Kebenaran”. Manakah Sabda Kebenaran itu? Sebelum naik ke surga, Yesus yang bangkit memerintahkan murud-murid-Nya, ”Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesutu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20).
Misi adalah kelanjutan tugas perutusan yang dipercayakan Bapa kepada Yesus. ”Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21). Yesus mempercayakan misi itu kepada kita sahabat-sahabat-Nya (Yoh 15:15). Bermisi kepada bangsa-bangsa (ad Gentes) bukan mata pilihan mana suka, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban bermisi melekat pada diri setiap orang beriman melalui permandian.

  1. Bermisi kepada siapa? Kepada siapa saja yang belum mengenal Yesus sebagaii Juru Selamat. ”Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia...” (1Tim 2:5-6). Jumlah orang yang menantikan Kristus di Keuskupan kita ini masih sangat besar! Dan kita tidak boleh berpuas diri menyaksikan jutaan masyarakat, saudara-saudari kita itu, yang sama seperti kita telah ditebus oleh Darah Kristus dalam ketidak tahuan tentang kasih Allah dalam Kristus itu (bdk. Ensiklik Beato Yohanes Paulus II, Redemptoris Missio, no. 86). Jadi, adalah kehendak Penyelamat sendiri bahwa semua orang diselamatkan dalam Kristus dan bergabung dalam Gereja-Nya yang Kudus!
Sejak Konsili Vatikan II kita semakin menyadari bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus (Mrk 1:15) adalah kenyataan yang lebih luas dan dalam dari pada Gereja (Katolik) yang kelihatan (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, no 5). Misi adalah pertama-tama Misi Allah untuk membangun Kerajaan-Nya di muka bumi ini. Dan Gereja (Katolik) mengambil bagian dalam misi itu (Konsili Vatikan II, Ad Gentes, no. 2; Redemptoris Missio, no. 12-20).

  1. Bermisi secara bagaimana? Kalau benar Allah sendiri yang membangun Kerajaan-Nya di bumi ini dari awal mula, misi Gereja pertama-tama adalah mendengarkan dengan penuh hormat apa yang Allah kerjakan dalam perbagai bangsa, budaya dan agama sepanjang masa. Tindakan penyelamatan Allah terhadap umat manusia telah hadir di tengah sejarah manusia dalam beragam agama dan budaya bangsa-bangsa (Ensiklik Beato Yohanes Paulus II, Redemptoris Missio, no. 28-29). Maka di satu sisi dengan bangga, penuh keyakinan dan keberanian kita wajib mewartakan, kapan dan di manapun keindahan iman kita kepada orang lain tanpa takut atau malu-malu. Mereka perlu tahu pengalaman iman kita akan Allah yang kita kenal dan mencintai kita dalam Kristus melalui Gereja-Nya. Di lain sisi, kita wajib dengan penuh hormat dan kerendahan hati mendengarkan pengalaman mereka akan Allah Penyelamat menurut kepercayaan mereka dan nilai-nilai yang mereka anut dalam kehidupan mereka. Bersama dengan semua orang, apapun suku, agama, aliran politik dan sistem ekonominya, kita diajak untuk mengupayakan terciptanya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam masyarakat kita seperti misalnya: perdamaian, persaudaraan, kerukunan, keadilan, kebenaran, kesejahteraan menyeluruh, kepedulian dan keberpihakan pada kaum lemah, kelestarian dan keutuhan lingkungan hidup dan lainnya. Maka, misi kepada bangsa-bangsa (ad Gentes) menjadi misi bersama bangsa-bangsa (cum Gentibus). Kita tidak hanya memberi kesaksian iman, kita juga belajar beriman lebih otentik, sejati dan murni dari saudara-saudari lain.

  1. Misi Meratus? Dalam berbagai kesempatan sudah disampaikan bahwa Misi Meratus adalah upaya untuk menyapa penduduk ”asli” Kalimantan Selatan dengan kesaksian iman kita. Dengan paham yang diuraikan di depan, Gereja lokal Kalimantan Selatan belumlah sungguh lokal bila penduduk ”asli” (yang lebih dulu hadir di Kalimantan Selatan ini) masih di luar jangkauan pewartaan iman kita. Pewartaan bukan hanya dan pertama-tama dengan kata-kata melainkan melalui kehadiran yang menampilkan buah-buah iman (Mat 7:16.20). Misi Meratus merupakan kerinduan dan tekad kita untuk menampilkan Gereja lokal Kalimantan Selatan dalam wajah lokal yang dapat dikenali, diakrabi, dicintai dan diterima masyarakat lokal di seluruh Wilayah Kalimantan Selatan. Tentu saja tanpa mengecilkan apalagi melupakan, tetap penting dan perlu membina, mengembangkan dan mengakarkan iman umat yang sudah ada supaya semua dan setiap orang sungguh menjadi misionaris-misionaris tangguh, dinamis dan berani bersaksi.
Selamat beriman teguh, berbagi dan bermisi. Tuhan yang mengutus kita untuk bermisi adalah Allah yang setia memenuhi janji-janji-Nya (mat 28:20).
.



Tuhan memberkati. Amin.

Banjarmasin, pada Pesta Santa Theresia dari Avila,
15 Oktober 2012



Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin



Selasa, 02 Oktober 2012

SURAT GEMBALA PEMBUKAAN TAHUN IMAN 11 OKTOBER 2012 Mgr. Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin


Dibacakan pada waktu Perayaan Ekaristi Hari Minggu Biasa XXVIII, di seluruh Gereja/Kapel Katolik Keuskupan Banjarmasin.


SURAT GEMBALA
PEMBUKAAN TAHUN IMAN 11 OKTOBER 2012
Mgr. Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin

Para Pastor, Frater, Suster serta seluruh umat Katolik di Keuskupan Banjarmasin yang terkasih,

Salam sejahtera bagi anda sekalian,

  1. Paus Benediktus XVI, melalui Surat Apostolik Porta Fidei“Pintu kepada Iman” yang diedarkan pada tanggal 11 Oktober 2011, mencanangkan Tahun Iman. Masa ini dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan akan ditutup pada perayaan Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam yang jatuh pada tanggal 24 Nopember 2013. Pencanangan Tahun Iman ini adalah dalam rangka memperingati 50 tahun pembukaan Konsili Vatikan II (11 oktober 1962) oleh Paus Yohanes XXIII dan 20 tahun keluarnya Katekismus Gereja Katolik oleh Paus Yohanes Paulus II (11 Oktober 1992). Tahun Iman ini menjadi kesempatan yang sangat bernilai bagi seluruh anggota Gereja - mulai dari para Uskup, para imam, dan seluruh umat – untuk mengerti secara lebih mendalam dasar iman kristiani, yakni: “pertemuan dengan peristiwa dan dengan pribadi, yang memberi kepada HIDUP suatu horison yang baru dan suatu arah yang lebih jelas”. Yang dimaksud adalah pertemuan dengan Pribadi Yesus Kristus yang telah bangkit. Di dalamnya, Iman dengan seluruh kedalaman dan kemegahannya dapat ditemukan kembali. Iman adalah suatu anugerah untuk ditemukan kembali, untuk disemaikan dan untuk diwujudkan dalam kesaksian hidup karena Allah telah memberikan kepada setiap dari kita keindahan dan kebahagiaan sebagai orang kristiani. Untuk itu, Paus mengajak kita untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman iman kita dengan kembali mempelajari sumber-sumber iman kita, misalnya membaca kembali Katekismus Gereja Katolik. Dengan cara ini diharapkan bahwa  seluruh Gereja dapat memulihkan kembali “pemahaman yang tepat atas iman-kepercayaan itu, sehingga dengan demikian juga menguatkannya, memurnikannya, mengukuhkannya dan mengakuinya”.
  2. Menanggapi seruan Bapa Paus Benediktus XVI, Keuskupan Banjarmasin memulai pembukaan Tahun Iman pada Hari Minggu Biasa ke XXVIII ini dengan pembacaan Surat Gembala ini. Pada tingkatan para imam dan biarawan-biarawati, sudah diadakan rekoleksi bersama dengan bahan dari Surat Apostolik Porta Fidei di awal bulan Oktober ini. Kita sungguh bersyukur dengan pencanangan Tahun Iman ini oleh Bapa Paus Benediktus XVI. Ajakan Paus untuk kembali mendalami sumber iman kita sungguh sejalan dengan apa yang dihasilkan oleh kegiatan Pra-Sinode di tingkat Paroki di Keuskupan kita. Semua Paroki menyadari dan menyatakan bahwa persoalan utama yang ada di paroki-paroki berakar pada kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan perwujudan iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari. Keprihatinan dan kesadaran ini, mau tidak mau, mendorong kita untuk kembali mencari dan menemukan Pribadi Kristus yang telah Bangkit dan juga mendorong kita untuk mendalami sumber-sumber iman kita. Saya mengajak para imam, biarawan-biarawati serta seluruh umat sekalian untuk mengisi Tahun Iman ini dengan suatu gerakan untuk mendalami kembali Iman Kepercayaan kita (Credo), menggali kembali sumber-sumber Iman, dan mempelajari Dokumen-dokumen Gereja serta ajaran-ajaran para Bapa Gereja. Apa yang kita lakukan bukan hanya untuk memenuhi seruan dan harapan Bapa Suci Benediktus XVI, tetapi juga sebagai langkah konkrit untuk menjawab keprihatinan yang ditemukan dalam kegiatan Pra-Sinode tingkat Paroki. Kita perlu mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran iman, baik di tingkat Keuskupan maupun di tingkat Paroki. Hendaknya para Deken, para pastor Paroki, para Ketua Komisi sesuai dengan lingkup dan kewenangan masing-masing menghidupkan kembali dan merintis aneka kegiatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pendalaman iman umat.
  3. Pada langkah pertama, kita akan membaca dan merenungkan bersama Surat Apostolik Pintu Kepada Iman (Porta Fidei) dalam kegiatan Pra-Sinode di Tingkat Dekenat. Selanjutnya saya berharap bahwa surat apostolik tersebut juga menjadi bahan bacaan dan permenungan para imam, biarawan-biarawati serta umat di tingkat paroki, komunitas/KBG dan komunitas biara. Di tingkat Keuskupan, kita akan mengadakan berbagai kegiatan pengajaran iman yang disesuaikan dengan persiapan menuju Sinode Keuskupan di tahun 2013 nanti. Kegiatan-kegiatan pengajaran dan pendalaman iman kristiani itu meliputi segala usia, baik anak-anak, kaum muda, maupun orang-orang dewasa. Keluarga, sebagai Gereja mini, hendaknya juga menjadi tempat persemaian dan pertumbuhan iman katolik yang benar.
  4. Di tingkat Paroki, diharapkan akan tumbuh semangat baru untuk mendalami Iman- Kepercayaan kita. Selain Kitab Suci, buku-buku yang bisa membantu kita untuk mengenal Kristus dengan lebih baik serta memperdalam iman kita adalah Katekismus Gereja Katolik, buku Iman Katolik serta Kompendium Gereja Katolik. Hendaknya tema-tema yang diangkat dalam buku-buku itu diusahakan untuk diwartakan, didalami, dan dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan umat maupun pertemuan dalam keluarga. Sekolah-sekolah katolik, sebagai tempat pembinaan dan pendidikan bagi para siswa, seyogyanya juga menjadi tempat pengajaran iman dan wadah bagi kesaksian iman kristiani.
  5. Saudari-saudara yang terkasih, selama Tahun Iman, semua orang beriman dipanggil untuk memperbaharui kurnia iman yang telah diterimanya dan digerakkan oleh iman yang hidup mampu membina sikap tobat serta hidup berdasarkan imannya. Terdorong oleh kebahagiaan hidup sebagai buah pertemuannya dengan Yesus Kristus,  semua orang beriman harus berupaya untuk membagikan pengalaman iman dan kasih mereka, baik kepada saudara seiman maupun saudara-saudari yang tidak seiman, bahkan kepada mereka yang tidak beriman sehingga kabar gembira keselamatan yang dibawa dan diwartakan oleh Kristus juga bisa sampai kepada semua orang.
  6. Pada kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para misionaris yang telah memulai penyebaran benih iman di Keuskupan ini. Para Uskup pendahulu saya, para imam, para biarawan-biarawati serta katekis yang telah turut serta menaburkan, menyemaikan dan memelihara benih-benih iman sehingga Gereja di Keuskupan Banjarmasin bisa bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Semoga benih-benih tersebut tetap tumbuh dengan baik dan nantinya menghasilkan buah yang melimpah demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan semua orang.

Selamat menjalani dan mengisi Tahun Iman yang penuh rahmat ini dengan semangat untuk memperdalam dan memperbaharui iman yang memungkinkan kita bertemu dengan Pribadi Yesus Kristus yang bangkit dan mengaruniakan rahmat keselamatan Tuhan memberkati Anda sekalian.

Diberikan di Banjarmasin, pada Pembukaan Tahun Iman, 11 Oktober 2012



Mgr. Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin


Selasa, 24 Juli 2012

Input Eklesiologis


MENATAP GEREJA KATOLIK
KEUSKUPAN BANJARMASIN
”Mewujudkan Gereja yang Beriman, Berbagi, dan Bermisi”



Abstraksi:
Gereja (cf. Kis 2:42.46) dibangun atas dasar persekutuan (communio), pengajaran para Rasul (kerygma), pemecahan roti (liturgia), makan bersama (diakonia). Semangat bersekutu, tekun dalam pengajaran dan doa serta pemecahan roti menjadi jiwa Gereja sejak awal. Jiwa asali Gereja ini kiranya sejalan dengan visi Gereja ke depan yang digambarkan oleh Bapak Uskup: Gereja yang beriman, berbagi dan bermisi. Beriman menjadi dasar. Beriman mengandaikan suatu ketekunan dalam pengajaran para Rasul. Ketekunan yang dibangun dalam suatu communio. Pemecahan roti (ekaristi) menjadi simbol jiwa berbagi. Layaknya Roti yang dipecah-pecah, kitapun harus siap untuk dibagi-bagi, membagi diri. Melalui hidup yang mau berbagi (dalam segala aspek serta dimensinya) kita mengahdirkan suatu Gereja yang bermisi, Gereja yang bersaksi. Iman menjadi dasar/ pondasi, Ekaristi (berbagi) menjadi jiwa, dan bermisi menjadi buah-buahnya bagi orang lain.

Kata kunci: persekutuan – pengajaran – misi.

Pendahuluan
Menjelang Sinode Keuskupan 2013, Bapak Uskup telah mengeluarkan sedikitnya tiga (3) Surat Gembala: Surat Gembala Pra Sinode, Surat Gembala Prapaskah 2012, dan Surat Gembala Paskah 2012. Surat Gembala yang pertama secara langsung menyinggung arah pelaksanaan Sinode, sedangkan dua (2) Surat Gembala selanjutnya meskipun dikeluarkan dalam intensitas yang berbeda, ditekankan juga oleh Bapak Uskup ”wajah Gereja” Keuskupan Banjarmasin yang hendak dibangun: Gereja yang ”beriman”, ”berbagi”, dan ”bermisi”. 
Ada sekian banyak nama maupun istilah yang digunakan untuk mengartikan Gereja. Gereja sulit diterangkan sampai terang benderang karena Gereja dalam Yesus Kristus adalah misteri atau rahasia. Gereja adalah sakramen Yesus Kristus. Gereja dikatakan rahasia karena hubungannya dengan Yesus yang Illahi, yang hadir di dalam GerejaNya. Jika kita sebagai anggota Gereja, maka hubungan kita dengan Kristus itulah rahasia. Gereja sebagai persekutuan atau komunitas hidup murid Yesus sangat tergantung relasinya (imannya) pada Kristus yang hadir di dalam GerejaNya. Oleh kerena itu Gereja sebagai persekutuan adalah persekutuan imani, bukan persekutuan atau organisasi biasa. Gereja adalah persekutuan mistis.
Dalam rangka mencoba memahami Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin ke depan, saya akan menyampaikan beberapa catatan. Catatan ini saya susun sebagai bahan refleksi/ bahan permenungan bersama.


Ecclesiogenesis: Demi Keselamatan.
Pada mulanya manusia diciptakan sebagai gambar Allah, dalam keadaan baik adanya, (Kej.1 :26 -31). Manusia hidup dalam keadaan selamat berkat kesatuan dengan Sang Pencipta, (Kej.2:15) Manusia yang baik adanya itu diberi kebebasan oleh Allah. Manusia memilih berpisah dengan Allah, (Kej.3:13). Manusia yang menolak Allah/berdosa tetap ingin selamat, namun manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia yang merindukan keselamatan itu mencoba mencari Allah Sang Penyelamat. Mencari jalan keselamatan, mencari juru selamat. Dalam upaya mencari penyelamat, manusia menerima kabar (wahyu) tentang keselamatan  yang ditawarkan Allah oleh para Nabi. Di antaranya wahyu yang disampaikan melalui/dalam Yesus Kristus. Manusia yang menerima, yang percaya, yang menjawab/mengimani Wahyu yang disampaikan Allah melalui Yesus Kritus  itulah yang kemudian disebut Gereja. Jadi jika kita berbicara soal Gereja berarti berbicara soal umat atau kaum beriman atau kelompok atau komunitas orang yang ”memilih” mengakui/mengimani Yesus sebagai Juru Selamat dan bukan  yang lain. Pertanyaannya adalah : Apakah kita  sebagai anggota Gereja sungguh memilih, mengakui, mengimani Yesus sebagai penyelamat ?
Dalam mewartakan keselamatan kepada manusia, Yesus Kristus yang kemudian kita sebut Tuhan kita berseru : ”Bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat” (Mt.4:17). Yesus meminta supaya manusia berpaling dari raja-raja atau kuasa – kuasa lain kepada Allah sebagai Raja. Jika kita bicara soal Gereja berarti kita berbicara soal komunitas orang – orang yang bertobat atau berpaling dari kuasa – kuasa lain dan hidup tunduk kepada kuasa Allah. Berpaling dari berhamba kepada yang lain menjadi berhamba kepada Allah. Itulah sebabnya Gereja disebut kerajaan Allah yang ada di dunia. Gereja berarti komunitas hamba - hamba Allah. Pertanyaannya adalah : Apakah kita yang menjadi anggota Gereja hidup berhamba dan mengabdi pada Allah?
Waktu memanggil para murid Yesus mengajak; ”Mari ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mt.4:19). Berkat ajakan itu munculah sekelompok orang yang mau mengikuti Yesus. Gereja adalah kelompok atau komunitas orang – orang yang mau mengikuti Yesus, orang yang mau menjadi murid Yesus. Gereja hakekatnya adalah komunitas pengikut Yesus.  Pertanyaannya adalah : Apakah kita sebagai warga Gereja sungguh hidup mengikuti Yesus? Apakah sungguh bersekutu atau mengumat atau menjemaat?apa saja wujudnya?
      Di atas sudah dikatakan bahwa Gereja sebagai persekutuan atau komunitas bersifat misteri atau rahasia. Oleh karena itu Gereja yang ada di dunia sekarang ini disebut Sakramen(LG.No.1). Artinya bahwa Gereja diharapkan menjadi tanda dan sarana kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Sebagai tanda berarti Gereja menampakkan karya keselamatan Allah dalam hidupnya. Sebagai sarana berarti Gereja di dunia ini melakukan karya penyelamatan Allah dalam perbuatannya. Pertanyaannya adalah : Apakah hidup kita sebagai anggota Gereja mencerminkan kehadiran Kristus yang menyelamatkan ? Apakah kita sebagai anggota Gereja melakukan tindakan – tindakan penyelamatan atas nama Yesus ?Apa saja bentuknya?


Hakekat Hidup Gereja.
Dari permenungan di atas,  kita bisa menyimpulkan bahwa Gereja adalah: Komunitas hidup manusia yang :
  1. hidup mengimani Yesus sebagai jalan keselamatan,
  2. hidup dirajai Allah, hidup berhamba pada Allah 
  3. hidup mengikuti Yesus.
  4. hidup mencerminkan karya Allah. dan
  5. hidup melakukan karya penyelamanan Allah bagi manusia..
Dalam  ciri – ciri Gereja tersebut, kita bisa memahami bahwa Gereja adalah pengalaman. Menggereja berarti mengalami. Yaitu :
  1. Mengalami hubungan dengan Allah (mengalami hidup beriman). Mengalami penyertaan Tuhan dalam hidup.
  2. Mengalami relasi dan saling peduli dengan sesama
  3. Mengalami relasi dan saling peduli dengan masyarakat
Mengalami. Artinya  bukan sekedar mengetahui dan mengakui, apalagi sekedar mengaku percaya kepada Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Jadi jika kita tahu dan mengaku ”Tuhan sertamu”. Kita perlu bertanya : Apakah saya mengalami penyertaan Tuhan. Jika kita tahu dan mengaku Tuhan itu  ”Emanuel”. Apakah saya mengalami Emanuel. Jika saya menerima komuni. Apakah saya mengalami kesatuan dengan Kristus? Jika kita bernyanyi ” Tuhanlah Gembalaku”.Apakah saya mengalami digembalakan Tuhan. Perkara pengalaman ini menjadi sangat penting, jika hidup keagamaan kita menjadi ”basah” atau tidak kering.

Praktek hidup menggereja.
Model hidup menggereja sebagai paguyuban pengikut bisa dirumuskan beraneka ragam, semuanya merujuk kepada model dasar. Yaitu model hidup Gereja Perdana seperti bisa kita simak pada Kisah Rasul 2 :41-47. Di situ kita bisa belajar bagaimana mereka hidup
  1. Tekun mendengarkan sabda Allah.
  2. Tekun beribadat.
  3. Tekun bersekutu dan  berbagi dengan sesama.
  4. Tekun bersaksi, sehingga disukai dan menarik banyak orang.
Gereja yang misteri dan sekaligus sakramen dengan catur ketekunan itulah yang terus menerus diwartakan/diajarkan dengan berbagai cara dengan berbagai cerita dan lambang. Pertanyaannya adalah : Apakah saya yang mengaku anggota Gereja, berusaha untuk tetap setia dalam cara hidup Gereja Perdana itu .

1. Gereja Umat Allah
Konsili Vatikan kedua mengajarkan bahwa Gereja adalah Umat Allah yang berada dalam perjalanan munuju kerajaan Bapa dibawah bimbingan Roh Kudus. (bdk. LG.9). Dari rumusan itu kita diberitahu banyak hal. Diantaranya saja bahwa :
  1. Gereja adalah umat, bukan institusi, bukan hanya hirarki atau para imam. Semua umat yang dipermandikan karena imannya dan menerima Krisma adalah anggota gereja penuh, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
  2. Gereja sebagai persekutuan murid Yesus ada dalam perjalanan, Gereja yang musafir. Gereja yang harus terus menerus berjuang. Gereja yang harus jatuh bangun meperjuangkan kerajaan Bapa yang menjadi cita-citanya, Gereja yang harus mengarungi lautan hidup bagai bahtera yang bisa diterjang ombak dan badai. Gereja sebagai bagian dari dunia, yang berjuang di dunia untuk keselamatan dunia.
  3. Gereja yang ada di dunia sebagai sakramen keselamatan. Bukan institusi keselamatan.
  4. Gereja  yang kudus karena semua anggotanya dihadiri dan dibimbing Roh Kudus. Gereja yang tidak pernah diam, tidak pernah ”tidur” kerana digerakkan Roh Allah. Karena Roh Kudus berkarya pada setiap anggota, maka Gereja dengan sendirinya partisipatif.
  5. Gereja adalah Gereja yang ada di dunia, Gereja yang baru sedang ”menuju’’ kerajaan Bapa. Gereja yang di satu pihak dirajai Allah, tetapi belum sepenuhnya menjadi kerajaan Allah. Gereja adalah Gereja yang belum sempurna dan berjuang untuk menyempurnakan dirinya.
Pertanyaannya adalah : Apakah kita sebagai anggota Gereja sungguh melaksanakan hak dan kewajiban kita sebagai umat Allah ?

2). ”Tubuh Mistik Kristus”.
Gereja yang misteri, oleh Santo Paulus diibaratkan ”Tubuh Kristus”.( Baca. I Kor.12 :12-27) Jika kita baca dengan sedikit teliti metafor ”Tubuh Kristus”  mengajarkan banyak mengenai Gereja. Diantaranya :
  1. Gereja adalah anggota Kristus. Gereja ada karena kesatuan anggotanya dengan Kristus sebagai kepala.
  2. Karena kesatuannya dengan Kristus, semua anggota bersatu sama lain.
  3. Yang disebut Gereja adalah keseluruhan, semua anggota Kristus.
  4. Setiap  anggota berbeda satu sama lain tetapi tetap satu kesatuan
  5. Semua anggota mempunyai tempat dalam tubuh
  6. Semua anggota berfungsi demi tubuh
  7. Semua anggota saling terkait satu sama lain sebagai jaringan.
  8. Semua anggota saling memebutuhkan satu dengan yang lain.
  9. Semua anggota bergerak karena digerakan dan diarahkan oleh Roh yang satu
  10. Dst
Pertanyaannya adalah : Apakah ciri – ciri tersebut nampak dalam kehidupan komunitas kita ?

3).  Bangunan Rohani,
Rasul Petrus melukiskan Gereja ibarat bangunan (1Ptr.2 : 1- 10). Dari gambaran tersebut kita bisa menyimak bahwa Gereja adalah bangunan di mana semua anggotanya dipanggil untuk menjadi batu – batu hidup. Dipanggil untuk menjadi komponen pembangunan Gereja. Yang tidak kalah menarik dari nas tersebut adalah kalimat ini : ”Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani.” (ayat 5). Di situ jelas soal motivasi, siapa yang telah mengeyam kebaikan Tuhan. Jadi jika kita merasa telah mengalami berkat Tuhan, mengalami kemurahan Tuhan, kita tidak akan diam, tetapi akan membiarkan  diri untuk dijadikan komponen pembangun Gereja ibarat batu bata yang disusun menjadi satu bangunan.
           Dari nas ini saya manangkap suatu yang sangat menarik. Yaitu bahwa jika kita menjemaat atau menggereja atau berkomuntas berarti mewujudkan rasa syukur atas  kebaikan Tuhan yang telah diterima. Hal ini menurut hemat saya penting untuk direnungkan lebih lanjut, karena disinyalir masih banyak orang yang beranggapan bahwa menyukuri kabaikan Tuhan itu berarti ibadat. Pada metafor ini juga ditegaskan kembali bahwa Gereja adalah bangunan rohani, tempat kediaman Allah. Gereja adalah komunitas mistik. Pertanyaannya adalah : Apakah  andil kita dalam pembangunan Gereja sebagai persekutuan? Apakah segala aktivitas yang kita lakukan sungguh merupakan ungkapan rasa sukur kita atas kebaikan Tuhan yang telah kita terima ?

Di Mana Kita Mulai Membangun.
Gereja sebagai komunitas/persekutuan  hidup seperti dikatakan di atas bisa lebih mudah dihayati dalam komunitas kecil. Dalam keluarga, dalam komunitas dan kelompok lain. Itulah sebabnya Keuskupan mambagi dirinya menjadi paroki – paroki. Paroki membagi dirinya menjadi komunitas-komunitas. KWI menegaskan pentingnya komunitas basis sebagai cara  baru menggereja. Komunitas kecil  bisa dijadikan cara menggereja yang efektif dan efisien karena: relasi bisa lebih dekat/akrab, persekutuan lebih mudah dihayati dalam pertemuan – pertemuan, semua umat bisa ada kesempatan untuk berpartisipai, pelayanan bisa lebih mengena pada sasaran karena tahu pasti pelayanan yang dibutuhkan, komunikasi antar anggota bisa lebih intensif.  Dalam dan melalui komunitas kecil, Gereja sebagai persekutuan hidup diharapkan semakin dialami oleh semua warga. Pertanyaannya adalah : Apakah Gereja sebagai persaudaraan  hidup murid Yesus, sungguh kita  alami sebagaimana layaknya orang yang bersaudara dalam Kristus ?

Panggilan Gereja.
Gereja sebagai Umat Allah, sebagai sakramen, sebagai ”Tubuh Kristus” adalah Gereja yang dipanggil bukan saja untuk mengikuti tetapi mengikuti untuk......Gereja yang ada  di dunia dan dipanggil untuk menyelamatkan dunia. Gereja yang digembalakan Yesus dan dipanggil untuk menggembalakan domba – dombaNya. Gereja yang diberkati Yesus dan dipanggil untuk membagi berkat. Secara umum, Gereja ditugaskan untuk ambil bagian dalam tugas Kristus  :
1.      membangun persekutuan hidup (Koinonia)
2.      menguduskan atau menyucikan dengan cara berusaha mendekatkan manusia dengan Allah Yang Maha Kudus (Liturgia)
3.      mewartkan kerajaan Allah dengan kata dan tindakan (Kerigma)
4.      melayani sesama manusia (Diakonia)
5.      bersaksi tentang Kristus (Martiria)
Tugas Gereja di dunia adalah : membuat orang semakin beribadat kepada Allah, semakin mengimani Allah, semakin bersaudara, semakin melayani dan semakin bersaksi tentang Allah. Tugas-tugas tersebut selama ini dilakukan dengan melakukan kegiatan – kegiatan pelayanan (pastoral): liturgi, pewartaan, persaudaraan, pelayanan sosial kemasyarakatan dan kesaksian. Gereja dipanggil untuk hidup beriman dan saling meneguhkan iman, untuk berdoa dan saling mendoakan, untuk bersekutu dan saling membantu, untuk bersahabat dan berbuat bersama masyarakat unntuk menyarakat. Pelayanan itu dilakukan  supaya Gereja semakin hidup, semakin mengakar, semakin mekar dan semakin berbuah sehingga buah-buahnya dinikmati banyak orang.
Semuanya itu bisa terjadi jika semua anggota yang sudah mengecap kebaikan mau datang dan menyediakan diri untuk dijadikan batu – batu hidup untuk membangun Gereja sebagai bangunan rohani, tempat kediaman Allah. Jika semua anggota menyadari sebagai anggota tubuh, menyadari keanggotaannya dan berfungsi demi tubuh sesuai dengan talentanya masing – masing. Dan tak henti – hentinya berdoa Bapa Kami. Dengan doa itu kita akan senantiasa ”diingatkan” untuk: hidup sebagai anak Bapa, bukan anak yang lain,  memuliakan Tuhan dan bukan memuliakan yang lain, dirajai Allah dan bukan dirajai yang lain, setia kepada kehendak Allah dan bukan kehendak yang lain, mensyukuri dan menggunakan rejeki yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak pemberinya, rela mengampuni orang yang bersalah, waspada terhadap godaan dan percobaan, menghindari pengaruh jahat.
Mengingat bahwa Gereja adalah persekutuan imani, persekutuan mistis, maka spiritualitaslah yang akan menjadikan hidup menggereja kita menjadi menarik, Dan jika bicara soal spiritualitas, saya akan kembali kepada doa, pengakuan dan pengalaman. : Mengalami  ”demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”, mengalami ”Tuhan sertamu”, mengalami komuni, mengalami ”Tuhanlah Gembalaku”, mengalami ”doa Bapa kami”. Dan jika itu semua menjadi pengalaman, maka Gereja akan mengalami cinta kasih, yang menjadi sumber hukum/aturan/perintah Gereja.

Panca Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh kristus, menjadi Tubuh Kristus” (No 777). Existensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan (secara lokal) dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (Liturgia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (Kerygma), menghadirkan dan membangun persekutuan (Koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (Diakonia) dan memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus (Martyria).
Kehidupan umat kristiani sesudah ditinggal Tuhan Yesus, merupakan buah didikan Tuhan Yesus selama Dia aktif di tengah masyarakat 3 tahun sebelum dibunuh di salib. Kehidupan menggereja jemaat perdana telah mengungkapkan lima tugas Gereja ini. Kita bisa melihat dari Kisah para rasul 2:41-47 berikut:
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (Kerygma) dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti  dan berdoa (Liturgia). Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu(Koinonia), dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya (diakonia)kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang (Martyria). Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan”.

1. Liturgi (Liturgia) berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin Ibadat Sabda/Doa Bersama; membagi komuni; menjadi: lektor, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias Altar dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.

2. Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Melalui bidang karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injili, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.

3. Persekutuan (Koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Hal ini berhubungan dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan jemaat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial (Keuskupan, Paroki, Stasi / Lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja.

4. Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4:32-35)

5. Kesaksian (Martyria) berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Sehingga mereka disukai semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Menatap Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin
            Cara hidup Gereja Perdana yang menjadi teladan hidup menggereja kita adalah sebuah komunitas yang dibangun oleh suatu persekutuan, bertekun dalam pengajaran para rasul, dan berkumpul dalam doa dan pemecahan roti. Semangat seperti inilah kiranya yang harus dibangun dalam Keuskupan kita.
            Bolehlah sejenak kita membayangkan seperti apa Gereja Keuskupan ini ke depan. Suatu hidup Gereja yang dibangun oleh suatu persekutuan. Bangunan persekutuan tentu saja lahir karena adanya kesehatian. Kita boleh berharap bahwa umat semakin mempunyai kepekaan, perhatian satu sama lain, solider, semakin akrap dan menyadari diri sebagai satu saudara serta satu ”tubuh”. Umat yang hidup bersama dalam persekutuan dan tekun dalam pengajaran-pengajaran Gereja, pendalaman-pendalaman iman, doa-doa bersama (ibadat sabda pada hari Minggu di Stasi, doa rutin di komunitas, dsb). Komunitas/ persekutuan yang sungguh-sungguh menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya: semakin bersekutu/ semangat dalam perayaan-perayaan Ekaristi, mendidik anak-anak untuk hadir, mengalami dan menghayati Ekaristi. Dan pada akhirnya kitapun pantas berharap, Gereja yang dibangun secara demikian untuk dapat mengahasilkan buah-buah kesaksian dalam hidup bermasyarakat.
            Inilah cita-cita yang hendaknya kita bangun bersama. Kalu boleh saya rumuskan: kita perlu memperdalam iman kita lewat komunitas (persekutuan) yang dibangun oleh ketekunan mempelajari ajaran-ajaran Gereja (para rasul). Katekese bagi keluarga, katekese di komunitas-komunitas, pengkaderan ’katekis-katekis’ lokal bagi stasi-stasi, pemimpin umat, menjadi cukup sentral. Hidup keluarga, komunitas, stasi hendaknya juga dibangun oleh hidup doa dan terutama ekaristi: bagaimana umat-umat yang paling jauh dari Paroki juga dapat merayakan Ekaristi hari minggu, atau setidak-tidaknya berkumpul bersama dalam doa. Dan pada akhirnya kita berharap, saat Gereja dibangun secara demikian, maka pada akhirnya Gereja akan menghasilkan buah-buah kesaksian: mewartakan Kristus kepada semakin banyak orang. ”Allah yang telah memulai perkerjaanNya yang baik dalam KeuskupanNya ini, akan turut menyelesaikannya pula.”