Selasa, 24 Juli 2012

Input Eklesiologis


MENATAP GEREJA KATOLIK
KEUSKUPAN BANJARMASIN
”Mewujudkan Gereja yang Beriman, Berbagi, dan Bermisi”



Abstraksi:
Gereja (cf. Kis 2:42.46) dibangun atas dasar persekutuan (communio), pengajaran para Rasul (kerygma), pemecahan roti (liturgia), makan bersama (diakonia). Semangat bersekutu, tekun dalam pengajaran dan doa serta pemecahan roti menjadi jiwa Gereja sejak awal. Jiwa asali Gereja ini kiranya sejalan dengan visi Gereja ke depan yang digambarkan oleh Bapak Uskup: Gereja yang beriman, berbagi dan bermisi. Beriman menjadi dasar. Beriman mengandaikan suatu ketekunan dalam pengajaran para Rasul. Ketekunan yang dibangun dalam suatu communio. Pemecahan roti (ekaristi) menjadi simbol jiwa berbagi. Layaknya Roti yang dipecah-pecah, kitapun harus siap untuk dibagi-bagi, membagi diri. Melalui hidup yang mau berbagi (dalam segala aspek serta dimensinya) kita mengahdirkan suatu Gereja yang bermisi, Gereja yang bersaksi. Iman menjadi dasar/ pondasi, Ekaristi (berbagi) menjadi jiwa, dan bermisi menjadi buah-buahnya bagi orang lain.

Kata kunci: persekutuan – pengajaran – misi.

Pendahuluan
Menjelang Sinode Keuskupan 2013, Bapak Uskup telah mengeluarkan sedikitnya tiga (3) Surat Gembala: Surat Gembala Pra Sinode, Surat Gembala Prapaskah 2012, dan Surat Gembala Paskah 2012. Surat Gembala yang pertama secara langsung menyinggung arah pelaksanaan Sinode, sedangkan dua (2) Surat Gembala selanjutnya meskipun dikeluarkan dalam intensitas yang berbeda, ditekankan juga oleh Bapak Uskup ”wajah Gereja” Keuskupan Banjarmasin yang hendak dibangun: Gereja yang ”beriman”, ”berbagi”, dan ”bermisi”. 
Ada sekian banyak nama maupun istilah yang digunakan untuk mengartikan Gereja. Gereja sulit diterangkan sampai terang benderang karena Gereja dalam Yesus Kristus adalah misteri atau rahasia. Gereja adalah sakramen Yesus Kristus. Gereja dikatakan rahasia karena hubungannya dengan Yesus yang Illahi, yang hadir di dalam GerejaNya. Jika kita sebagai anggota Gereja, maka hubungan kita dengan Kristus itulah rahasia. Gereja sebagai persekutuan atau komunitas hidup murid Yesus sangat tergantung relasinya (imannya) pada Kristus yang hadir di dalam GerejaNya. Oleh kerena itu Gereja sebagai persekutuan adalah persekutuan imani, bukan persekutuan atau organisasi biasa. Gereja adalah persekutuan mistis.
Dalam rangka mencoba memahami Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin ke depan, saya akan menyampaikan beberapa catatan. Catatan ini saya susun sebagai bahan refleksi/ bahan permenungan bersama.


Ecclesiogenesis: Demi Keselamatan.
Pada mulanya manusia diciptakan sebagai gambar Allah, dalam keadaan baik adanya, (Kej.1 :26 -31). Manusia hidup dalam keadaan selamat berkat kesatuan dengan Sang Pencipta, (Kej.2:15) Manusia yang baik adanya itu diberi kebebasan oleh Allah. Manusia memilih berpisah dengan Allah, (Kej.3:13). Manusia yang menolak Allah/berdosa tetap ingin selamat, namun manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia yang merindukan keselamatan itu mencoba mencari Allah Sang Penyelamat. Mencari jalan keselamatan, mencari juru selamat. Dalam upaya mencari penyelamat, manusia menerima kabar (wahyu) tentang keselamatan  yang ditawarkan Allah oleh para Nabi. Di antaranya wahyu yang disampaikan melalui/dalam Yesus Kristus. Manusia yang menerima, yang percaya, yang menjawab/mengimani Wahyu yang disampaikan Allah melalui Yesus Kritus  itulah yang kemudian disebut Gereja. Jadi jika kita berbicara soal Gereja berarti berbicara soal umat atau kaum beriman atau kelompok atau komunitas orang yang ”memilih” mengakui/mengimani Yesus sebagai Juru Selamat dan bukan  yang lain. Pertanyaannya adalah : Apakah kita  sebagai anggota Gereja sungguh memilih, mengakui, mengimani Yesus sebagai penyelamat ?
Dalam mewartakan keselamatan kepada manusia, Yesus Kristus yang kemudian kita sebut Tuhan kita berseru : ”Bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat” (Mt.4:17). Yesus meminta supaya manusia berpaling dari raja-raja atau kuasa – kuasa lain kepada Allah sebagai Raja. Jika kita bicara soal Gereja berarti kita berbicara soal komunitas orang – orang yang bertobat atau berpaling dari kuasa – kuasa lain dan hidup tunduk kepada kuasa Allah. Berpaling dari berhamba kepada yang lain menjadi berhamba kepada Allah. Itulah sebabnya Gereja disebut kerajaan Allah yang ada di dunia. Gereja berarti komunitas hamba - hamba Allah. Pertanyaannya adalah : Apakah kita yang menjadi anggota Gereja hidup berhamba dan mengabdi pada Allah?
Waktu memanggil para murid Yesus mengajak; ”Mari ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mt.4:19). Berkat ajakan itu munculah sekelompok orang yang mau mengikuti Yesus. Gereja adalah kelompok atau komunitas orang – orang yang mau mengikuti Yesus, orang yang mau menjadi murid Yesus. Gereja hakekatnya adalah komunitas pengikut Yesus.  Pertanyaannya adalah : Apakah kita sebagai warga Gereja sungguh hidup mengikuti Yesus? Apakah sungguh bersekutu atau mengumat atau menjemaat?apa saja wujudnya?
      Di atas sudah dikatakan bahwa Gereja sebagai persekutuan atau komunitas bersifat misteri atau rahasia. Oleh karena itu Gereja yang ada di dunia sekarang ini disebut Sakramen(LG.No.1). Artinya bahwa Gereja diharapkan menjadi tanda dan sarana kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Sebagai tanda berarti Gereja menampakkan karya keselamatan Allah dalam hidupnya. Sebagai sarana berarti Gereja di dunia ini melakukan karya penyelamatan Allah dalam perbuatannya. Pertanyaannya adalah : Apakah hidup kita sebagai anggota Gereja mencerminkan kehadiran Kristus yang menyelamatkan ? Apakah kita sebagai anggota Gereja melakukan tindakan – tindakan penyelamatan atas nama Yesus ?Apa saja bentuknya?


Hakekat Hidup Gereja.
Dari permenungan di atas,  kita bisa menyimpulkan bahwa Gereja adalah: Komunitas hidup manusia yang :
  1. hidup mengimani Yesus sebagai jalan keselamatan,
  2. hidup dirajai Allah, hidup berhamba pada Allah 
  3. hidup mengikuti Yesus.
  4. hidup mencerminkan karya Allah. dan
  5. hidup melakukan karya penyelamanan Allah bagi manusia..
Dalam  ciri – ciri Gereja tersebut, kita bisa memahami bahwa Gereja adalah pengalaman. Menggereja berarti mengalami. Yaitu :
  1. Mengalami hubungan dengan Allah (mengalami hidup beriman). Mengalami penyertaan Tuhan dalam hidup.
  2. Mengalami relasi dan saling peduli dengan sesama
  3. Mengalami relasi dan saling peduli dengan masyarakat
Mengalami. Artinya  bukan sekedar mengetahui dan mengakui, apalagi sekedar mengaku percaya kepada Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Jadi jika kita tahu dan mengaku ”Tuhan sertamu”. Kita perlu bertanya : Apakah saya mengalami penyertaan Tuhan. Jika kita tahu dan mengaku Tuhan itu  ”Emanuel”. Apakah saya mengalami Emanuel. Jika saya menerima komuni. Apakah saya mengalami kesatuan dengan Kristus? Jika kita bernyanyi ” Tuhanlah Gembalaku”.Apakah saya mengalami digembalakan Tuhan. Perkara pengalaman ini menjadi sangat penting, jika hidup keagamaan kita menjadi ”basah” atau tidak kering.

Praktek hidup menggereja.
Model hidup menggereja sebagai paguyuban pengikut bisa dirumuskan beraneka ragam, semuanya merujuk kepada model dasar. Yaitu model hidup Gereja Perdana seperti bisa kita simak pada Kisah Rasul 2 :41-47. Di situ kita bisa belajar bagaimana mereka hidup
  1. Tekun mendengarkan sabda Allah.
  2. Tekun beribadat.
  3. Tekun bersekutu dan  berbagi dengan sesama.
  4. Tekun bersaksi, sehingga disukai dan menarik banyak orang.
Gereja yang misteri dan sekaligus sakramen dengan catur ketekunan itulah yang terus menerus diwartakan/diajarkan dengan berbagai cara dengan berbagai cerita dan lambang. Pertanyaannya adalah : Apakah saya yang mengaku anggota Gereja, berusaha untuk tetap setia dalam cara hidup Gereja Perdana itu .

1. Gereja Umat Allah
Konsili Vatikan kedua mengajarkan bahwa Gereja adalah Umat Allah yang berada dalam perjalanan munuju kerajaan Bapa dibawah bimbingan Roh Kudus. (bdk. LG.9). Dari rumusan itu kita diberitahu banyak hal. Diantaranya saja bahwa :
  1. Gereja adalah umat, bukan institusi, bukan hanya hirarki atau para imam. Semua umat yang dipermandikan karena imannya dan menerima Krisma adalah anggota gereja penuh, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
  2. Gereja sebagai persekutuan murid Yesus ada dalam perjalanan, Gereja yang musafir. Gereja yang harus terus menerus berjuang. Gereja yang harus jatuh bangun meperjuangkan kerajaan Bapa yang menjadi cita-citanya, Gereja yang harus mengarungi lautan hidup bagai bahtera yang bisa diterjang ombak dan badai. Gereja sebagai bagian dari dunia, yang berjuang di dunia untuk keselamatan dunia.
  3. Gereja yang ada di dunia sebagai sakramen keselamatan. Bukan institusi keselamatan.
  4. Gereja  yang kudus karena semua anggotanya dihadiri dan dibimbing Roh Kudus. Gereja yang tidak pernah diam, tidak pernah ”tidur” kerana digerakkan Roh Allah. Karena Roh Kudus berkarya pada setiap anggota, maka Gereja dengan sendirinya partisipatif.
  5. Gereja adalah Gereja yang ada di dunia, Gereja yang baru sedang ”menuju’’ kerajaan Bapa. Gereja yang di satu pihak dirajai Allah, tetapi belum sepenuhnya menjadi kerajaan Allah. Gereja adalah Gereja yang belum sempurna dan berjuang untuk menyempurnakan dirinya.
Pertanyaannya adalah : Apakah kita sebagai anggota Gereja sungguh melaksanakan hak dan kewajiban kita sebagai umat Allah ?

2). ”Tubuh Mistik Kristus”.
Gereja yang misteri, oleh Santo Paulus diibaratkan ”Tubuh Kristus”.( Baca. I Kor.12 :12-27) Jika kita baca dengan sedikit teliti metafor ”Tubuh Kristus”  mengajarkan banyak mengenai Gereja. Diantaranya :
  1. Gereja adalah anggota Kristus. Gereja ada karena kesatuan anggotanya dengan Kristus sebagai kepala.
  2. Karena kesatuannya dengan Kristus, semua anggota bersatu sama lain.
  3. Yang disebut Gereja adalah keseluruhan, semua anggota Kristus.
  4. Setiap  anggota berbeda satu sama lain tetapi tetap satu kesatuan
  5. Semua anggota mempunyai tempat dalam tubuh
  6. Semua anggota berfungsi demi tubuh
  7. Semua anggota saling terkait satu sama lain sebagai jaringan.
  8. Semua anggota saling memebutuhkan satu dengan yang lain.
  9. Semua anggota bergerak karena digerakan dan diarahkan oleh Roh yang satu
  10. Dst
Pertanyaannya adalah : Apakah ciri – ciri tersebut nampak dalam kehidupan komunitas kita ?

3).  Bangunan Rohani,
Rasul Petrus melukiskan Gereja ibarat bangunan (1Ptr.2 : 1- 10). Dari gambaran tersebut kita bisa menyimak bahwa Gereja adalah bangunan di mana semua anggotanya dipanggil untuk menjadi batu – batu hidup. Dipanggil untuk menjadi komponen pembangunan Gereja. Yang tidak kalah menarik dari nas tersebut adalah kalimat ini : ”Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani.” (ayat 5). Di situ jelas soal motivasi, siapa yang telah mengeyam kebaikan Tuhan. Jadi jika kita merasa telah mengalami berkat Tuhan, mengalami kemurahan Tuhan, kita tidak akan diam, tetapi akan membiarkan  diri untuk dijadikan komponen pembangun Gereja ibarat batu bata yang disusun menjadi satu bangunan.
           Dari nas ini saya manangkap suatu yang sangat menarik. Yaitu bahwa jika kita menjemaat atau menggereja atau berkomuntas berarti mewujudkan rasa syukur atas  kebaikan Tuhan yang telah diterima. Hal ini menurut hemat saya penting untuk direnungkan lebih lanjut, karena disinyalir masih banyak orang yang beranggapan bahwa menyukuri kabaikan Tuhan itu berarti ibadat. Pada metafor ini juga ditegaskan kembali bahwa Gereja adalah bangunan rohani, tempat kediaman Allah. Gereja adalah komunitas mistik. Pertanyaannya adalah : Apakah  andil kita dalam pembangunan Gereja sebagai persekutuan? Apakah segala aktivitas yang kita lakukan sungguh merupakan ungkapan rasa sukur kita atas kebaikan Tuhan yang telah kita terima ?

Di Mana Kita Mulai Membangun.
Gereja sebagai komunitas/persekutuan  hidup seperti dikatakan di atas bisa lebih mudah dihayati dalam komunitas kecil. Dalam keluarga, dalam komunitas dan kelompok lain. Itulah sebabnya Keuskupan mambagi dirinya menjadi paroki – paroki. Paroki membagi dirinya menjadi komunitas-komunitas. KWI menegaskan pentingnya komunitas basis sebagai cara  baru menggereja. Komunitas kecil  bisa dijadikan cara menggereja yang efektif dan efisien karena: relasi bisa lebih dekat/akrab, persekutuan lebih mudah dihayati dalam pertemuan – pertemuan, semua umat bisa ada kesempatan untuk berpartisipai, pelayanan bisa lebih mengena pada sasaran karena tahu pasti pelayanan yang dibutuhkan, komunikasi antar anggota bisa lebih intensif.  Dalam dan melalui komunitas kecil, Gereja sebagai persekutuan hidup diharapkan semakin dialami oleh semua warga. Pertanyaannya adalah : Apakah Gereja sebagai persaudaraan  hidup murid Yesus, sungguh kita  alami sebagaimana layaknya orang yang bersaudara dalam Kristus ?

Panggilan Gereja.
Gereja sebagai Umat Allah, sebagai sakramen, sebagai ”Tubuh Kristus” adalah Gereja yang dipanggil bukan saja untuk mengikuti tetapi mengikuti untuk......Gereja yang ada  di dunia dan dipanggil untuk menyelamatkan dunia. Gereja yang digembalakan Yesus dan dipanggil untuk menggembalakan domba – dombaNya. Gereja yang diberkati Yesus dan dipanggil untuk membagi berkat. Secara umum, Gereja ditugaskan untuk ambil bagian dalam tugas Kristus  :
1.      membangun persekutuan hidup (Koinonia)
2.      menguduskan atau menyucikan dengan cara berusaha mendekatkan manusia dengan Allah Yang Maha Kudus (Liturgia)
3.      mewartkan kerajaan Allah dengan kata dan tindakan (Kerigma)
4.      melayani sesama manusia (Diakonia)
5.      bersaksi tentang Kristus (Martiria)
Tugas Gereja di dunia adalah : membuat orang semakin beribadat kepada Allah, semakin mengimani Allah, semakin bersaudara, semakin melayani dan semakin bersaksi tentang Allah. Tugas-tugas tersebut selama ini dilakukan dengan melakukan kegiatan – kegiatan pelayanan (pastoral): liturgi, pewartaan, persaudaraan, pelayanan sosial kemasyarakatan dan kesaksian. Gereja dipanggil untuk hidup beriman dan saling meneguhkan iman, untuk berdoa dan saling mendoakan, untuk bersekutu dan saling membantu, untuk bersahabat dan berbuat bersama masyarakat unntuk menyarakat. Pelayanan itu dilakukan  supaya Gereja semakin hidup, semakin mengakar, semakin mekar dan semakin berbuah sehingga buah-buahnya dinikmati banyak orang.
Semuanya itu bisa terjadi jika semua anggota yang sudah mengecap kebaikan mau datang dan menyediakan diri untuk dijadikan batu – batu hidup untuk membangun Gereja sebagai bangunan rohani, tempat kediaman Allah. Jika semua anggota menyadari sebagai anggota tubuh, menyadari keanggotaannya dan berfungsi demi tubuh sesuai dengan talentanya masing – masing. Dan tak henti – hentinya berdoa Bapa Kami. Dengan doa itu kita akan senantiasa ”diingatkan” untuk: hidup sebagai anak Bapa, bukan anak yang lain,  memuliakan Tuhan dan bukan memuliakan yang lain, dirajai Allah dan bukan dirajai yang lain, setia kepada kehendak Allah dan bukan kehendak yang lain, mensyukuri dan menggunakan rejeki yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak pemberinya, rela mengampuni orang yang bersalah, waspada terhadap godaan dan percobaan, menghindari pengaruh jahat.
Mengingat bahwa Gereja adalah persekutuan imani, persekutuan mistis, maka spiritualitaslah yang akan menjadikan hidup menggereja kita menjadi menarik, Dan jika bicara soal spiritualitas, saya akan kembali kepada doa, pengakuan dan pengalaman. : Mengalami  ”demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”, mengalami ”Tuhan sertamu”, mengalami komuni, mengalami ”Tuhanlah Gembalaku”, mengalami ”doa Bapa kami”. Dan jika itu semua menjadi pengalaman, maka Gereja akan mengalami cinta kasih, yang menjadi sumber hukum/aturan/perintah Gereja.

Panca Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh kristus, menjadi Tubuh Kristus” (No 777). Existensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan (secara lokal) dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (Liturgia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (Kerygma), menghadirkan dan membangun persekutuan (Koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (Diakonia) dan memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus (Martyria).
Kehidupan umat kristiani sesudah ditinggal Tuhan Yesus, merupakan buah didikan Tuhan Yesus selama Dia aktif di tengah masyarakat 3 tahun sebelum dibunuh di salib. Kehidupan menggereja jemaat perdana telah mengungkapkan lima tugas Gereja ini. Kita bisa melihat dari Kisah para rasul 2:41-47 berikut:
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (Kerygma) dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti  dan berdoa (Liturgia). Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu(Koinonia), dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya (diakonia)kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang (Martyria). Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan”.

1. Liturgi (Liturgia) berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin Ibadat Sabda/Doa Bersama; membagi komuni; menjadi: lektor, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias Altar dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.

2. Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Melalui bidang karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injili, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat kegiatan-kegiatan katekese.

3. Persekutuan (Koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Sebagai orang beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Hal ini berhubungan dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan jemaat sebagai Tubuh Mistik Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial (Keuskupan, Paroki, Stasi / Lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja.

4. Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4:32-35)

5. Kesaksian (Martyria) berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Sehingga mereka disukai semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Menatap Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin
            Cara hidup Gereja Perdana yang menjadi teladan hidup menggereja kita adalah sebuah komunitas yang dibangun oleh suatu persekutuan, bertekun dalam pengajaran para rasul, dan berkumpul dalam doa dan pemecahan roti. Semangat seperti inilah kiranya yang harus dibangun dalam Keuskupan kita.
            Bolehlah sejenak kita membayangkan seperti apa Gereja Keuskupan ini ke depan. Suatu hidup Gereja yang dibangun oleh suatu persekutuan. Bangunan persekutuan tentu saja lahir karena adanya kesehatian. Kita boleh berharap bahwa umat semakin mempunyai kepekaan, perhatian satu sama lain, solider, semakin akrap dan menyadari diri sebagai satu saudara serta satu ”tubuh”. Umat yang hidup bersama dalam persekutuan dan tekun dalam pengajaran-pengajaran Gereja, pendalaman-pendalaman iman, doa-doa bersama (ibadat sabda pada hari Minggu di Stasi, doa rutin di komunitas, dsb). Komunitas/ persekutuan yang sungguh-sungguh menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya: semakin bersekutu/ semangat dalam perayaan-perayaan Ekaristi, mendidik anak-anak untuk hadir, mengalami dan menghayati Ekaristi. Dan pada akhirnya kitapun pantas berharap, Gereja yang dibangun secara demikian untuk dapat mengahasilkan buah-buah kesaksian dalam hidup bermasyarakat.
            Inilah cita-cita yang hendaknya kita bangun bersama. Kalu boleh saya rumuskan: kita perlu memperdalam iman kita lewat komunitas (persekutuan) yang dibangun oleh ketekunan mempelajari ajaran-ajaran Gereja (para rasul). Katekese bagi keluarga, katekese di komunitas-komunitas, pengkaderan ’katekis-katekis’ lokal bagi stasi-stasi, pemimpin umat, menjadi cukup sentral. Hidup keluarga, komunitas, stasi hendaknya juga dibangun oleh hidup doa dan terutama ekaristi: bagaimana umat-umat yang paling jauh dari Paroki juga dapat merayakan Ekaristi hari minggu, atau setidak-tidaknya berkumpul bersama dalam doa. Dan pada akhirnya kita berharap, saat Gereja dibangun secara demikian, maka pada akhirnya Gereja akan menghasilkan buah-buah kesaksian: mewartakan Kristus kepada semakin banyak orang. ”Allah yang telah memulai perkerjaanNya yang baik dalam KeuskupanNya ini, akan turut menyelesaikannya pula.”