MENATAP GEREJA KATOLIK
KEUSKUPAN BANJARMASIN
”Mewujudkan Gereja yang Beriman,
Berbagi, dan Bermisi”
Abstraksi:
Gereja
(cf. Kis 2:42.46) dibangun atas dasar persekutuan (communio), pengajaran para
Rasul (kerygma), pemecahan roti (liturgia), makan bersama (diakonia). Semangat
bersekutu, tekun dalam pengajaran dan doa serta pemecahan roti menjadi jiwa
Gereja sejak awal. Jiwa asali Gereja ini kiranya sejalan dengan visi Gereja ke
depan yang digambarkan oleh Bapak Uskup: Gereja yang beriman, berbagi dan bermisi.
Beriman menjadi dasar. Beriman mengandaikan suatu ketekunan dalam pengajaran
para Rasul. Ketekunan yang dibangun dalam suatu communio. Pemecahan roti
(ekaristi) menjadi simbol jiwa berbagi. Layaknya Roti yang dipecah-pecah,
kitapun harus siap untuk dibagi-bagi, membagi diri. Melalui hidup yang mau
berbagi (dalam segala aspek serta dimensinya) kita mengahdirkan suatu Gereja
yang bermisi, Gereja yang bersaksi. Iman menjadi dasar/ pondasi, Ekaristi
(berbagi) menjadi jiwa, dan bermisi menjadi buah-buahnya bagi orang lain.
Kata kunci:
persekutuan – pengajaran – misi.
Pendahuluan
Menjelang Sinode Keuskupan
2013, Bapak Uskup telah mengeluarkan sedikitnya tiga (3) Surat Gembala: Surat
Gembala Pra Sinode, Surat Gembala Prapaskah 2012, dan Surat Gembala Paskah 2012.
Surat Gembala yang pertama secara langsung menyinggung arah pelaksanaan Sinode,
sedangkan dua (2) Surat Gembala selanjutnya meskipun dikeluarkan dalam
intensitas yang berbeda, ditekankan juga oleh Bapak Uskup ”wajah Gereja”
Keuskupan Banjarmasin yang hendak dibangun: Gereja yang ”beriman”, ”berbagi”,
dan ”bermisi”.
Ada sekian banyak nama maupun istilah
yang digunakan untuk mengartikan Gereja. Gereja sulit diterangkan sampai terang
benderang karena Gereja dalam Yesus Kristus adalah misteri atau rahasia. Gereja adalah sakramen Yesus Kristus. Gereja dikatakan rahasia karena hubungannya
dengan Yesus yang Illahi, yang hadir di dalam GerejaNya. Jika kita sebagai
anggota Gereja, maka hubungan kita dengan Kristus itulah rahasia. Gereja
sebagai persekutuan atau komunitas hidup murid Yesus sangat tergantung
relasinya (imannya) pada Kristus yang hadir di dalam GerejaNya. Oleh kerena itu
Gereja sebagai persekutuan adalah persekutuan imani, bukan persekutuan atau
organisasi biasa. Gereja adalah persekutuan mistis.
Dalam rangka mencoba memahami
Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin ke depan, saya akan menyampaikan beberapa
catatan. Catatan ini saya susun sebagai bahan refleksi/ bahan permenungan
bersama.
Ecclesiogenesis: Demi Keselamatan.
Pada mulanya manusia diciptakan
sebagai gambar Allah, dalam keadaan baik adanya, (Kej.1 :26 -31). Manusia hidup
dalam keadaan selamat berkat kesatuan dengan Sang Pencipta, (Kej.2:15) Manusia
yang baik adanya itu diberi kebebasan oleh Allah. Manusia memilih berpisah
dengan Allah, (Kej.3:13). Manusia yang menolak Allah/berdosa tetap ingin
selamat, namun manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia yang
merindukan keselamatan itu mencoba mencari Allah Sang Penyelamat. Mencari jalan
keselamatan, mencari juru selamat. Dalam upaya mencari penyelamat, manusia
menerima kabar (wahyu) tentang keselamatan
yang ditawarkan Allah oleh para Nabi. Di antaranya wahyu yang
disampaikan melalui/dalam Yesus Kristus. Manusia yang menerima, yang percaya,
yang menjawab/mengimani Wahyu yang disampaikan Allah melalui Yesus Kritus itulah yang kemudian disebut Gereja. Jadi
jika kita berbicara soal Gereja berarti berbicara soal umat atau kaum beriman
atau kelompok atau komunitas orang yang ”memilih”
mengakui/mengimani Yesus sebagai Juru Selamat dan bukan yang lain. Pertanyaannya adalah : Apakah kita
sebagai anggota Gereja sungguh memilih, mengakui, mengimani Yesus
sebagai penyelamat ?
Dalam mewartakan keselamatan
kepada manusia, Yesus Kristus yang kemudian kita sebut Tuhan kita berseru :
”Bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat” (Mt.4:17). Yesus meminta supaya
manusia berpaling dari raja-raja atau kuasa – kuasa lain kepada Allah sebagai
Raja. Jika kita bicara soal Gereja berarti kita berbicara soal komunitas orang – orang yang bertobat atau berpaling
dari kuasa – kuasa lain dan hidup tunduk kepada kuasa Allah. Berpaling dari
berhamba kepada yang lain menjadi berhamba
kepada Allah. Itulah sebabnya Gereja disebut kerajaan Allah yang ada di
dunia. Gereja berarti komunitas hamba - hamba Allah. Pertanyaannya adalah : Apakah kita yang menjadi anggota Gereja
hidup berhamba dan mengabdi pada Allah?
Waktu memanggil para murid
Yesus mengajak; ”Mari ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mt.4:19).
Berkat ajakan itu munculah sekelompok orang yang mau mengikuti Yesus. Gereja
adalah kelompok atau komunitas orang –
orang yang mau mengikuti Yesus, orang yang mau menjadi murid Yesus. Gereja
hakekatnya adalah komunitas pengikut Yesus.
Pertanyaannya adalah : Apakah kita
sebagai warga Gereja sungguh hidup mengikuti Yesus? Apakah sungguh bersekutu
atau mengumat atau menjemaat?apa saja wujudnya?
Di
atas sudah dikatakan bahwa Gereja sebagai persekutuan atau komunitas bersifat
misteri atau rahasia. Oleh karena itu Gereja yang ada di dunia sekarang ini
disebut Sakramen(LG.No.1). Artinya bahwa Gereja diharapkan menjadi tanda
dan sarana kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Sebagai tanda berarti
Gereja menampakkan karya keselamatan Allah dalam hidupnya. Sebagai sarana
berarti Gereja di dunia ini melakukan karya penyelamatan Allah dalam
perbuatannya. Pertanyaannya adalah : Apakah
hidup kita sebagai anggota Gereja mencerminkan kehadiran Kristus yang
menyelamatkan ? Apakah kita sebagai anggota Gereja melakukan tindakan –
tindakan penyelamatan atas nama Yesus ?Apa saja bentuknya?
Hakekat Hidup Gereja.
Dari permenungan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Gereja adalah:
Komunitas hidup manusia yang :
- hidup mengimani Yesus sebagai jalan keselamatan,
- hidup dirajai Allah, hidup berhamba pada Allah
- hidup mengikuti Yesus.
- hidup mencerminkan karya Allah. dan
- hidup melakukan karya penyelamanan Allah bagi manusia..
Dalam ciri – ciri Gereja tersebut, kita bisa
memahami bahwa Gereja adalah pengalaman. Menggereja
berarti mengalami. Yaitu :
- Mengalami hubungan dengan Allah (mengalami hidup beriman). Mengalami penyertaan Tuhan dalam hidup.
- Mengalami relasi dan saling peduli dengan sesama
- Mengalami relasi dan saling peduli dengan masyarakat
Mengalami. Artinya bukan sekedar mengetahui dan mengakui, apalagi
sekedar mengaku percaya kepada Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Jadi jika kita tahu dan mengaku ”Tuhan sertamu”. Kita perlu bertanya : Apakah
saya mengalami penyertaan Tuhan. Jika kita tahu dan mengaku Tuhan itu ”Emanuel”. Apakah saya mengalami Emanuel.
Jika saya menerima komuni. Apakah saya mengalami kesatuan dengan Kristus? Jika
kita bernyanyi ” Tuhanlah Gembalaku”.Apakah saya mengalami digembalakan Tuhan.
Perkara pengalaman ini menjadi sangat penting, jika hidup keagamaan kita
menjadi ”basah” atau tidak kering.
Praktek hidup menggereja.
Model hidup menggereja sebagai
paguyuban pengikut bisa dirumuskan beraneka ragam, semuanya merujuk kepada
model dasar. Yaitu model hidup Gereja Perdana seperti bisa kita simak pada
Kisah Rasul 2 :41-47. Di situ kita bisa belajar bagaimana mereka hidup
- Tekun mendengarkan sabda Allah.
- Tekun beribadat.
- Tekun bersekutu dan berbagi dengan sesama.
- Tekun bersaksi, sehingga disukai dan menarik banyak orang.
Gereja yang misteri dan
sekaligus sakramen dengan catur ketekunan itulah yang terus menerus
diwartakan/diajarkan dengan berbagai cara dengan berbagai cerita dan lambang. Pertanyaannya
adalah : Apakah saya yang mengaku anggota
Gereja, berusaha untuk tetap setia dalam cara hidup Gereja Perdana itu .
1. Gereja Umat Allah
Konsili Vatikan kedua
mengajarkan bahwa Gereja adalah Umat Allah yang berada dalam perjalanan munuju
kerajaan Bapa dibawah bimbingan Roh Kudus. (bdk.
LG.9). Dari rumusan itu kita diberitahu banyak hal. Diantaranya saja bahwa :
- Gereja adalah umat, bukan institusi, bukan hanya hirarki atau para imam. Semua umat yang dipermandikan karena imannya dan menerima Krisma adalah anggota gereja penuh, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
- Gereja sebagai persekutuan murid Yesus ada dalam perjalanan, Gereja yang musafir. Gereja yang harus terus menerus berjuang. Gereja yang harus jatuh bangun meperjuangkan kerajaan Bapa yang menjadi cita-citanya, Gereja yang harus mengarungi lautan hidup bagai bahtera yang bisa diterjang ombak dan badai. Gereja sebagai bagian dari dunia, yang berjuang di dunia untuk keselamatan dunia.
- Gereja yang ada di dunia sebagai sakramen keselamatan. Bukan institusi keselamatan.
- Gereja yang kudus karena semua anggotanya dihadiri dan dibimbing Roh Kudus. Gereja yang tidak pernah diam, tidak pernah ”tidur” kerana digerakkan Roh Allah. Karena Roh Kudus berkarya pada setiap anggota, maka Gereja dengan sendirinya partisipatif.
- Gereja adalah Gereja yang ada di dunia, Gereja yang baru sedang ”menuju’’ kerajaan Bapa. Gereja yang di satu pihak dirajai Allah, tetapi belum sepenuhnya menjadi kerajaan Allah. Gereja adalah Gereja yang belum sempurna dan berjuang untuk menyempurnakan dirinya.
Pertanyaannya adalah : Apakah kita sebagai anggota Gereja sungguh melaksanakan hak dan kewajiban
kita sebagai umat Allah ?
2). ”Tubuh Mistik Kristus”.
Gereja yang misteri, oleh
Santo Paulus diibaratkan ”Tubuh Kristus”.( Baca. I Kor.12 :12-27) Jika kita
baca dengan sedikit teliti metafor ”Tubuh Kristus” mengajarkan banyak mengenai Gereja.
Diantaranya :
- Gereja adalah anggota Kristus. Gereja ada karena kesatuan anggotanya dengan Kristus sebagai kepala.
- Karena kesatuannya dengan Kristus, semua anggota bersatu sama lain.
- Yang disebut Gereja adalah keseluruhan, semua anggota Kristus.
- Setiap anggota berbeda satu sama lain tetapi tetap satu kesatuan
- Semua anggota mempunyai tempat dalam tubuh
- Semua anggota berfungsi demi tubuh
- Semua anggota saling terkait satu sama lain sebagai jaringan.
- Semua anggota saling memebutuhkan satu dengan yang lain.
- Semua anggota bergerak karena digerakan dan diarahkan oleh Roh yang satu
- Dst
Pertanyaannya adalah : Apakah ciri – ciri tersebut nampak dalam kehidupan komunitas kita ?
3). Bangunan Rohani,
Rasul Petrus melukiskan Gereja
ibarat bangunan (1Ptr.2 : 1- 10). Dari gambaran tersebut kita bisa menyimak
bahwa Gereja adalah bangunan di mana semua anggotanya dipanggil untuk menjadi
batu – batu hidup. Dipanggil untuk menjadi komponen pembangunan Gereja. Yang
tidak kalah menarik dari nas tersebut adalah kalimat ini : ”Dan biarlah kamu
juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani.” (ayat
5). Di situ jelas soal motivasi, siapa yang telah mengeyam kebaikan Tuhan. Jadi
jika kita merasa telah mengalami berkat Tuhan, mengalami kemurahan Tuhan, kita tidak
akan diam, tetapi akan membiarkan diri
untuk dijadikan komponen pembangun Gereja ibarat batu bata yang disusun menjadi
satu bangunan.
Dari nas ini saya manangkap suatu yang sangat
menarik. Yaitu bahwa jika kita menjemaat atau menggereja atau berkomuntas berarti mewujudkan rasa syukur atas kebaikan Tuhan yang telah diterima. Hal
ini menurut hemat saya penting untuk direnungkan lebih lanjut, karena
disinyalir masih banyak orang yang beranggapan bahwa menyukuri kabaikan Tuhan
itu berarti ibadat. Pada metafor ini juga ditegaskan kembali bahwa Gereja
adalah bangunan rohani, tempat kediaman Allah. Gereja adalah komunitas mistik.
Pertanyaannya adalah : Apakah andil kita dalam pembangunan Gereja sebagai
persekutuan? Apakah segala aktivitas yang kita lakukan sungguh merupakan
ungkapan rasa sukur kita atas kebaikan Tuhan yang telah kita terima ?
Di Mana Kita Mulai Membangun.
Gereja sebagai
komunitas/persekutuan hidup seperti
dikatakan di atas bisa lebih mudah dihayati dalam komunitas kecil. Dalam
keluarga, dalam komunitas dan kelompok lain. Itulah sebabnya Keuskupan mambagi
dirinya menjadi paroki – paroki. Paroki membagi dirinya menjadi komunitas-komunitas.
KWI menegaskan pentingnya komunitas basis sebagai cara baru menggereja. Komunitas kecil bisa dijadikan cara menggereja yang efektif
dan efisien karena: relasi bisa lebih dekat/akrab, persekutuan lebih mudah
dihayati dalam pertemuan – pertemuan, semua umat bisa ada kesempatan untuk
berpartisipai, pelayanan bisa lebih mengena pada sasaran karena tahu pasti
pelayanan yang dibutuhkan, komunikasi antar anggota bisa lebih intensif. Dalam dan melalui komunitas kecil, Gereja
sebagai persekutuan hidup diharapkan semakin dialami oleh semua warga.
Pertanyaannya adalah : Apakah Gereja
sebagai persaudaraan hidup murid Yesus,
sungguh kita alami sebagaimana layaknya
orang yang bersaudara dalam Kristus ?
Panggilan Gereja.
Gereja sebagai Umat Allah,
sebagai sakramen, sebagai ”Tubuh Kristus” adalah Gereja yang dipanggil bukan
saja untuk mengikuti tetapi mengikuti untuk......Gereja
yang ada di dunia dan dipanggil untuk
menyelamatkan dunia. Gereja yang digembalakan Yesus dan dipanggil untuk
menggembalakan domba – dombaNya. Gereja yang diberkati Yesus dan dipanggil
untuk membagi berkat. Secara umum, Gereja ditugaskan untuk ambil bagian dalam tugas
Kristus :
1. membangun persekutuan hidup (Koinonia)
2. menguduskan atau menyucikan dengan cara
berusaha mendekatkan manusia dengan Allah Yang Maha Kudus (Liturgia)
3. mewartkan kerajaan Allah dengan kata dan
tindakan (Kerigma)
4. melayani sesama manusia (Diakonia)
5. bersaksi tentang Kristus (Martiria)
Tugas Gereja di dunia adalah :
membuat orang semakin beribadat kepada Allah, semakin mengimani Allah, semakin
bersaudara, semakin melayani dan semakin bersaksi tentang Allah. Tugas-tugas
tersebut selama ini dilakukan dengan melakukan kegiatan – kegiatan pelayanan (pastoral):
liturgi, pewartaan, persaudaraan, pelayanan sosial kemasyarakatan dan
kesaksian. Gereja dipanggil untuk hidup beriman dan saling meneguhkan iman,
untuk berdoa dan saling mendoakan, untuk bersekutu dan saling membantu, untuk
bersahabat dan berbuat bersama masyarakat unntuk menyarakat. Pelayanan itu
dilakukan supaya Gereja semakin hidup, semakin mengakar, semakin
mekar dan semakin berbuah sehingga buah-buahnya dinikmati banyak orang.
Semuanya itu bisa terjadi jika
semua anggota yang sudah mengecap kebaikan mau datang dan menyediakan diri
untuk dijadikan batu – batu hidup untuk membangun Gereja sebagai bangunan
rohani, tempat kediaman Allah. Jika semua anggota menyadari sebagai anggota
tubuh, menyadari keanggotaannya dan berfungsi demi tubuh sesuai dengan
talentanya masing – masing. Dan tak henti – hentinya berdoa Bapa Kami. Dengan
doa itu kita akan senantiasa ”diingatkan” untuk: hidup sebagai anak Bapa, bukan
anak yang lain, memuliakan Tuhan dan
bukan memuliakan yang lain, dirajai Allah dan bukan dirajai yang lain, setia
kepada kehendak Allah dan bukan kehendak yang lain, mensyukuri dan menggunakan
rejeki yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak pemberinya, rela mengampuni
orang yang bersalah, waspada terhadap godaan dan percobaan, menghindari
pengaruh jahat.
Mengingat bahwa Gereja adalah
persekutuan imani, persekutuan mistis, maka spiritualitaslah yang akan
menjadikan hidup menggereja kita menjadi menarik, Dan jika bicara soal
spiritualitas, saya akan kembali kepada doa, pengakuan dan pengalaman. :
Mengalami ”demi nama Bapa dan Putra dan
Roh Kudus”, mengalami ”Tuhan sertamu”, mengalami komuni, mengalami ”Tuhanlah
Gembalaku”, mengalami ”doa Bapa kami”. Dan jika itu semua menjadi pengalaman,
maka Gereja akan mengalami cinta kasih, yang menjadi sumber
hukum/aturan/perintah Gereja.
Panca Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik
merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul
oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang
diberi santapan dengan Tubuh kristus, menjadi Tubuh Kristus” (No 777).
Existensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan (secara lokal) dalam hidup
berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan
terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (Liturgia),
mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (Kerygma), menghadirkan dan membangun
persekutuan (Koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (Diakonia) dan
memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus (Martyria).
Kehidupan umat kristiani
sesudah ditinggal Tuhan Yesus, merupakan buah didikan Tuhan Yesus selama Dia
aktif di tengah masyarakat 3 tahun sebelum dibunuh di salib. Kehidupan
menggereja jemaat perdana telah mengungkapkan lima tugas Gereja ini. Kita bisa
melihat dari Kisah para rasul 2:41-47 berikut:
“Orang-orang yang menerima
perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka
bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul (Kerygma) dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa (Liturgia).
Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak
mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu(Koinonia), dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan
selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya
(diakonia)kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan
bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah.
Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan
bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan
mereka disukai semua orang (Martyria). Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah
mereka dengan orang yang diselamatkan”.
1. Liturgi (Liturgia) berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus
Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas
pokok Kristus sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja,
peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini,
setiap anggota menemukan, mengakui dan menyatakan identitas Kristiani mereka
dalam Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan
dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam
memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin Ibadat Sabda/Doa Bersama;
membagi komuni; menjadi: lektor, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara,
penghias Altar dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap
perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.
2. Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah menyelamatkan
dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Melalui bidang
karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran
Firman Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat
Injili, dan mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman
Kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang
termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman iman, katekese para calon
baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk dalam
kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik
lewat kegiatan-kegiatan katekese.
3. Persekutuan (Koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak
Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Sebagai orang
beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama
manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang
karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan
menampakkan kehadiran Kristus. Hal ini berhubungan dengan ‘cura anima’
(pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan jemaat sebagai Tubuh Mistik Kristus.
Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan
paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam
menghayati hidup menggereja baik secara territorial (Keuskupan, Paroki, Stasi /
Lingkungan, keluarga) maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam
Gereja.
4. Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih
melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang
miskin, telantar dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman
menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang penuh
empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi
kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4:32-35)
5. Kesaksian (Martyria) berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat
diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat
kerja maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman
lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat
beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat
sekitarnya. Sehingga mereka disukai semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan
menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.
Menatap Gereja Katolik Keuskupan
Banjarmasin
Cara
hidup Gereja Perdana yang menjadi teladan hidup menggereja kita adalah sebuah
komunitas yang dibangun oleh suatu persekutuan, bertekun dalam pengajaran para
rasul, dan berkumpul dalam doa dan pemecahan roti. Semangat seperti inilah kiranya
yang harus dibangun dalam Keuskupan kita.
Bolehlah
sejenak kita membayangkan seperti apa Gereja Keuskupan ini ke depan. Suatu
hidup Gereja yang dibangun oleh suatu persekutuan. Bangunan persekutuan tentu
saja lahir karena adanya kesehatian. Kita boleh berharap bahwa umat semakin
mempunyai kepekaan, perhatian satu sama lain, solider, semakin akrap dan
menyadari diri sebagai satu saudara serta satu ”tubuh”. Umat yang hidup bersama
dalam persekutuan dan tekun dalam pengajaran-pengajaran Gereja, pendalaman-pendalaman
iman, doa-doa bersama (ibadat sabda pada hari Minggu di Stasi, doa rutin di
komunitas, dsb). Komunitas/ persekutuan yang sungguh-sungguh menjadikan
Ekaristi sebagai pusat hidupnya: semakin bersekutu/ semangat dalam
perayaan-perayaan Ekaristi, mendidik anak-anak untuk hadir, mengalami dan
menghayati Ekaristi. Dan pada akhirnya kitapun pantas berharap, Gereja yang
dibangun secara demikian untuk dapat mengahasilkan buah-buah kesaksian dalam
hidup bermasyarakat.
Inilah
cita-cita yang hendaknya kita bangun bersama. Kalu boleh saya rumuskan: kita
perlu memperdalam iman kita lewat komunitas (persekutuan) yang dibangun oleh
ketekunan mempelajari ajaran-ajaran Gereja (para rasul). Katekese bagi
keluarga, katekese di komunitas-komunitas, pengkaderan ’katekis-katekis’ lokal
bagi stasi-stasi, pemimpin umat, menjadi cukup sentral. Hidup keluarga,
komunitas, stasi hendaknya juga dibangun oleh hidup doa dan terutama ekaristi:
bagaimana umat-umat yang paling jauh dari Paroki juga dapat merayakan Ekaristi
hari minggu, atau setidak-tidaknya berkumpul bersama dalam doa. Dan pada
akhirnya kita berharap, saat Gereja dibangun secara demikian, maka pada
akhirnya Gereja akan menghasilkan buah-buah kesaksian: mewartakan Kristus
kepada semakin banyak orang. ”Allah yang
telah memulai perkerjaanNya yang baik dalam KeuskupanNya ini, akan turut
menyelesaikannya pula.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar