Rabu, 28 November 2012

Surat Gembala Natal 2012 Mgr Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin


Dibacakan pada waktu Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke IV, di seluruh Gereja/Kapel Katolik Keuskupan Banjarmasin.

”MEMAHAMI, MERAYAKAN DAN MEWUJUDKAN IMAN SECARA BENAR”


Surat Gembala Natal 2012
Mgr Petrus Boddeng Timang Uskup Keuskupan Banjarmasin

Kepada para Imam, Frater, Bruder, Suster, Ibu Bapak, orang muda, remaja, anak-anak, saudara-saudari umat Katolik Keuskupan Banjarmasin di manapun berada, salam sejahtera, kasih dan berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.

1.      Gereja semesta mengawali Tahun Baru Liturgi Gerejawi (Tahun C) pada Hari Minggu Pertama Adven, tanggal 2 Desember 2012. Pada hari itu Gereja memasuki masa Natal yang akan berlangsung sampai pada tanggal 6 Januari 2013, Hari Raya Penampakan Tuhan yang dulu disebut Hari Raya Tiga Raja. Tanggal 6 Januari 2013 itu ditetapkan pula sebagai Hari Anak Misioner Sedunia, saat seluruh Gereja diingatkan bahwa jati diri Gereja, termasuk di dalamnya anak-anak, adalah bermisi.  Mewartakan Yesus Sang Juru Selamat kepada orang yang belum mengenalNya adalah tugas pokok Gereja. “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16).

2.      Masa Natal tahun ini (termasuk masa persiapannya yaitu empat pekan masa Adven) dirayakan Gereja semesta tidak lama sesudah Bapa Suci Benedictus XVI memaklumkan pada tanggal 11 Oktober 2012 yang lalu dimulainya Tahun Iman yang akan berlangsung terus sampai tanggal 24 November 2013 yang akan datang. Bapa Suci mengajak seluruh umat beriman untuk memahami apa iman itu, menghayatinya dengan mantap dan penuh keyakinan. Iman itu dirayakan dengan sukacita dalam ibadat khususnya Ekaristi. Selanjutnya diamalkan dalam hidup berkeluarga, dalam persekutuan dengan sesama umat dan ditampilkan dengan kesaksian dalam hidup bermasyarakat di tempat di mana Allah mengutus kita, di manapun, kapanpun, dalam keadaan apapun, dan dalam berbagai cara.

3.      Sebelum Tahun Iman dibuka oleh Bapa Suci, umat Keuskupan kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk mensyukuri 75 tahun berdirinya Gereja Lokal Keuskupan Banjarmasin (1938-2013). Puncak perayaan akan diselenggarakan tahun depan pada hari Minggu tanggal 20 Oktober 2013, kurang lebih sebulan sebelum penutupan Tahun Iman. Salah satu kegiatan utama untuk merayakan Yubileum 75 tahun Keuskupan itu ialah penyelenggaraan Sinode Diosesan yang pertama sepanjang usia Keuskupan. Sinode adalah sidang akbar seluruh umat (imam, biarawan-biarawati, umat) melalui wakil-wakil mereka untuk membicarakan masalah-masalah Keuskupan dan mencarikan jalan keluarnya (Kitab Hukum Kanonik kanon 460-468). Pada sidang-sidang prasinode pada tingkat komunitas, paroki, maupun dekenat, salah satu masalah yang selalu dan hampir di mana-mana ditampilkan ialah lemah dan kurangnya pemahaman umat tentang apa iman itu. Pemahaman yang keliru serta pengetahuan yang minim berakibat pada meleset dan lemahnya perayaan iman. Selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam mengumat maupun dalam memasyarakat peranan iman itu tidak menonjol dan tidak membawa pengaruh. Dengan demikian kehidupan beriman kurang bermakna, baik bagi orang bersangkutan, bagi umat seluruhnya maupun bagi masyarakat.

Selama masa Adven umat kami ajak untuk mendalami tema-tema tentang iman, khususnya tentang ajaran resmi Gereja Katolik. Mari mengisi masa Adven ini dengan menghadiri pertemuan-pertemuan pendalaman iman. Sementara itu secara batin setiap orang mempersiapkan hati untuk menyambut Sang Juru Selamat yang lahir sebagai kanak-kanak Yesus. Bukan pertama-tama dengan persiapan lahiriah yang mengikuti selera pasar yang serba “wah”, melainkan dengan lebih tekun beribadat, menerima sakramen-sakramen dan membaca Kitab Suci.

4.      Dalam Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 5-15 November yang lalu, dibahas beberapa hal. Pokok pertama yang diperbincangkan secara mendalam selama 3 hari pertama adalah tanggung jawab Gereja dalam menjaga dan melestarikan seluruh ciptaan (Kej. 2:15). Hasil dari pembahasan itu disajikan kepada masyarakat luas dalam bentuk “Pesan Pastoral Sidang KWI 2012 tentang Ekopastoral”. Kami sangat menganjurkan supaya pesan itu diperbanyak dan diperluaskan kepada sesama umat, teman, rekan kerja dan siapa saja. Dalam percakapan resmi atau santai hendaknya isinya dibahas, didalami dan dijadikan pegangan dalam bersikap dan bertindak dalam menghadapi dan memperlakukan alam ciptaan di sekitar kita. Menyayangi lingkungan hidup di sekitar kita, melestarikan keutuhannya untuk kesejahteraan bersama, merupakan ungkapan syukur iman kepada Allah yang menciptakan alam semesta dengan baik sekali (Kej 1:31) melulu karena kasihNya yang tanpa batas kepada manusia.

Hasil lain dari Sidang KWI itu ialah Pesan Natal bersama PGI-KWI 2012 yang berjudul “Allah telah mengasihi kita” (bdk. 1 Yoh 4:19). Pesan itu memang pertama-tama ditujukan kepada umat kristiani. Tetapi sesungguhnya menyentuh keberadaan kita sebagai manusia, siapapun dia, karena inti perayaan Natal ialah Allah Sang Mahakasih telah rela meninggalkan KeallahanNya untuk tinggal sebagai manusia di antara manusia berdosa. Dan dengan demikian peristiwa Natal mengajarkan kepada kita bahwa kasih itu diungkapkan dalam berbagi dan memberi. Allah mengasihi manusia, siapapun, dengan berbagi dan memberikan hidupNya kepada manusia. Maka bukti nyata tak terbantahkan iman akan Allah Sang Kasih abadi dan sempurna ialah kerelaan untuk berbagi dengan sesama serta memberikan dengan rela dan iklas.

5.      Oleh karena itu memasuki masa Natal, dalam rangka mengisi Tahun Iman seraya mempersiapkan Sinode Keuskupan bulan Juli 2013 yang akan datang dan menyongsong Perayaan Yubileum 75 tahun Keuskupan Banjarmasin, kami mengajak umat untuk:
a.       Memperjuangkan dan mewujudkan secara lebih sungguh kasih persaudaraan dalam hidup sehari-hari. Itulah kesaksian iman kita yang paling kasat mata dan berdaya pengaruh yang dasyat. “Semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi “ (Yoh 13:35).
b.      Berupaya dengan sekuat tenaga untuk saling memberikan waktu dan perhatian sebagai tanda kasih kepada sesama dalam lingkup keluarga, komunitas, paroki bahkan dalam kehidupan memasyarakat dengan tetangga, rekan sekerja dan siapa saja.
c.       Mewujudkan dan menggalakkan gerakan mencintai dan memelihara ciptaan dan lingkungan hidup mulai dari keluarga-keluarga. Mengelola limbah dan sampah rumah tangga dengan semestinya tanpa membebani orang lain merupakan wujud iman akan Allah Pengasih. Memelihara lingkungan hidup di sekitar kita sehingga tetap asri dan nyaman untuk dihuni oleh setiap anak-anak Tuhan menegaskan keikutsertaan kita untuk “menciptakan” dunia ini bersama Allah Pencipta.

Saudari-saudara, anak-anak yang terkasih,
pada saat membaca seruan ini, hidup tidak seindah pelangi, suasana di sekitar kita tidak seterang sinar matahari pagi. Sebaliknya ada banyak penderitaan dan kemalangan, kegagalan dan kepahitan, kebencian, permusuhan  dan peperangan. Tetapi Dia yang menciptakan dan mengasihi kita memberikan jaminan, “Ya, Aku segera datang”. Maka dengan iman mantap dan sukacita kita berseru, “Amin, datanglah Tuhan Yesus” (Why 22:20). Selamat memasuki masa Adven dan merayakan Natal. Salam sejahtera dan berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.


Banjarmasin, pada peringatan Martir-Martir Vietnam,
24 November 2012



Mgr Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin

Oleh-oleh dari Sidang Tahunan dan Sinodal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 5-15 November 2012 di Jakarta


Oleh-oleh dari Sidang Tahunan dan Sinodal
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
5-15 November 2012 di Jakarta


1.      Kitab Hukum Kanonik (KHK) menetapkan bahwa “Konferensi Waligereja, suatu lembaga tetap, ialah himpunan para Uskup suatu bangsa atau wilayah tertentu yang melaksanakan perbagai tugas pastoral bersama-sama untuk kaum beriman krisitiani wilayah itu, untuk meningkatkan kesejahteraan yang diberikan Gereja kepada manusia, terutama lewat bentuk-bentuk dan cara-cara kerasulan yang disesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat, menurut norma hukum” (KHK, kanon 447).

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah badan tetap di mana para Uskup se-Indonesia berkumpul untuk membicarakan masalah-masalah pastoral dan cara-cara kerasulan demi pelayanan umat Katolik bahkan masyarakat Indonesia pada umumnya. KWI bukanlah badan di atas Keuskupan-Keuskupan. Ketua KWI bukanlah atasan para Uskup, biarpun beliau itu seorang Kardinal. Setiap Keuskupan otonom dan Uskup yang mengepalai Keuskupan, biasa disebut Uskup diosesan, bukan bawahan Ketua KWI. Uskup diosesan hanya bertanggung jawab terhadap Paus di Vatikan.

Kekuasaan tertinggi KWI ada pada Uskup-Uskup anggota yang bersidang sekali setahun, biasanya pada hari Senin pertama dalam bulan November. Kekuasaan itu dijalankan oleh sebuah Presidium yang bersidang 4 kali setahun, masing-masing selama 3 hari. Dalam Sidang Presidium itu dibahas pelaksanaan dan evaluasi Keputusan-keputusan Sidang Tahunan KWI. Presidium dibantu oleh Komisi-Kimisi yang mengolah, menjabarkan dan menjalankan Keputusan-keputusan Sidang Tahunan tadi. Presidium terdiri dari Ketua (dalam bahasa Inggris: President), dua Wakil Ketua, seorang Sekretaris Jenderal, seorang Bendahara dan beberapa anggota. Sekretaris Jenderal mengepalai Kantor KWI yang berlokasi di Jln. Cut Mutiah 10, Menteng Jakarta Pusat. Tugas sehari-hari Sekretaris Jenderal dilaksanakan oleh seorang Sekretaris Eksekutif, biasanya seorang imam. Tugas-tugas Konferensi dijalankan dalam keseharian oleh Komisi atau Sekretariat yang diketuai oleh seorang Uskup dengan seorang imam/ bruder/ suster/ awam sebagai sekretarisnya dan dibantu oleh anggota-anggotanya.

Dalam tahun-tahun terakhir setiap Sidang Tahunan selalu diawali dan ditutup dengan Rapat Presidium. Sidang sendiri dimulai dengan tiga hari studi yang setiap tahunnya mendalami tema-tema berbeda. Tema diusulkan peserta sidang tahun sebelumnya dan diputuskan dalam salah satu Sidang Presidium.

2.      Sidang Tahunan tahun 2012 adalah sekaligus Sidang Sinodal. Setiap tiga tahun sekali diadakan laporan pertanggung jawaban Presidium dan Komisi-komisi atas kinerjanya selama tiga tahun terakhir. Pada hari sebelum penutupan sidang diadakan pemungutan suara untuk meilih petugas-petugas baru, mulai dari Ketua sampai dengan Ketua Komisi/ Sekretariat.

Tema hari-hari studi tahun 2012 adalah “Keterlibatan Gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan”. Tema ini mencerminkan kepedulian Gereja Katolik terhadap dipelihara dan dilestarikannya ciptaan Tuhan sehingga manusia sebagai ciptaan tertinggi dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di bumi ini bagaikan di rumahnya sendiri. Untuk memperluas wawasan dan mempertajam pandangan peserta, diundanglah 3 pakar yaitu: Prof. DR. Emil Salim, DR. Maria Ratnaningsih, SE, MA, DR. Samuel Oto Sidin, OFM. Cap. Prof. Emil Salim berhalangan hadir karena pada hari beliau diharapkan hadir, beliau sebagai penasihat Presiden bidang lingkungan hidup, harus berangkat bertugas ke Manila. Dr. Maria Ratnaningsih, warga paroki Ciledug Jakarta, seorang pakar dalam lingkungan hidup, asisten Prof. Emil Salim, menegaskan bahwa umat Katolik, siapapun dia, bertanggung jawab karena imannya untuk memelihara dan melestarikan ciptaan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi berkat bukan kutuk bagi sesama. Pater Samuel Oto Sidin, adalah seorang Imam Kapusin mantan provinsial, yang menerima anugerah Kalpataru dari Presiden, karena berhasil menghijaukan kembali sebuah bukit di Kalimantan Barat. Bukit yang semula gundul beliau tanami dengan berbagai jenis pohon sehingga bukit menjadi penangkap air dan jadi sumber mata air bagi masyarakat sekitarnya.

Hasil akhir dari tiga hari studi itu adalah suatu seruan berupa “Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 Tentang Ekopastoral”. Teks dapat diakses melalui beberapa media dan sudah dikirimkan kepada semua pastor paroki supaya disebarluaskan kepada umat dan masyarakat pada umumnya. Seruan itu pada bagian akhir mengajak berbagai pihak dalam masyarakat: para pengambil kebijakan publik, pelaku bisnis dan umat kristiani. Semua diingatkan tanggung jawabnya masing-masing supaya dalam kegiatannya yang sah tidak menciderai ciptaan sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi manusia. Dengan demikian Pesan Pastoral ini bisa menjadi pintu masuk kedalam percakapan dengan siapa saja yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pelestarian lingkunagn hidup: pemegang hak pengelolaan hutan, perkebunan monokultur seperti kelapa sawit, pertambangan, hasil laut, penanggung jawab pengolahan limbah rumah tangga, pabrik, maupun masyarakat umum.

Para peserta tiga hari studi itu di samping para Uskup anggota KWI dan Uskup Emeritus, juga para imam/ awam, utusan dari Keuskupan-Keuskupan. Mereka itu umumnya penggiat dalam Komisi Keadilan dan Perdamaian serta Keutuhan Ciptaan (singkatan dalam bahasa Inggris: JPIC). Hadir mewakili Keuskupan Banjarmasin, Pastor Jeremias L, CICM, pastor rekan paroki Stella Maris Sungai Danau, yang akrab dengan maraknya penambangan batubara sampai di pemukiman penduduk.

3.      Seusai hari studi, para peserta pulang ke Keuskupan masing-masing dan para Uskup melanjutkan sidang. Para Uskup Emeritus, Kardinal Darmaatmaja, SJ, Mgr. F.X. Hadisumarta, O. Carm, juga pulang ke tempat masing-masing. Hanya Mgr. Blasius Pujaraharja, mantan Uskup Ketapang bertahan sampai akhir sidang. Para Uskup Ketua Komisi didampingi oleh Sekretaris Eksekutif Komisi melaporkan kegiatan selama 3 tahun terakhir. Disertakan pula evaluasi, rencana ke depan dan rekomendasi-rekomendasi.

Di sela-sela laporan itu dibahas juga 2 naskah lain yaitu Pesan Natal Bersama PGI-KWI 2012 dengan judul “Allah telah mengasihi kita”. Teks yang sudah diterima PGI dibahas lagi beberapa kali dalam  beberapa sidang sampai akhirnya dihasilkan teks yang sampai kepada masyarakat luas karena dapat diakses di beberapa sumber media. Pesan itu jangan hanya dibacakan pada saat perayaan Natal bersama melainkan menjadi bahan permenungan sepanjang Tahun Iman dan tahun-tahun selanjutnya.

Masih ada satu rancangan yang belum matang untuk diterbitkan pada akhir sidang. Satu tim kecil dibentuk untuk menyempurnakan teks sehingga sapaan pastoral kepada korban NARKOBA itu siap diedarkan pada hari Anti Narkoba bulan Juni 2013 yang akan datang.

4.      Dalam Sidang Sinodal 2012 ini diadakan pula pemilihan petugas-petugas baru untuk tiga tahun ke depan (2012-2015). Mereka yang sudah bertugas satu periode (2009-2012) masih boleh terpilih untuk satu periode lagi. Sedangkan mereka yang sudah menjabat dua periode berturut-turut (6 tahun) tidak diperkenankan lagi terpilih untuk jabatan yang sama. Pemilihan tertutup, rahasia, tapi dijamin tanpa politik uang. Karen jabatan itu tidak mengenal gaji, tunjangan, uang duduk dan semacamnya. Paling penggantian uang transport dari tempat asal ke Jakarta dan kembalinya! Demikianlah Mgr. Situmorang, OFM Cap Ketua sebelumnya tidak terpilih lagi. Sebagai Ketua, terpilih Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta dan sekaligus Uskup TNI/ Polri dan saat ini merangkap Administrator Apostolik Keuskupan Bandung (sejak kepindahan Mgr. Y. Pujosumarta ke Semarang 2 tahun lalu, Keuskupan Bandung belum mempunyai seorang uskup). Bersama Mgr. Ignatius Suharyo ada beberapa petugas baru, tetapi sebagian masih melanjutkan dari periode sebelumnya (2009-2012). Demikianlah saya masih dipercaya oleh rekan-rekan Uskup untuk duduk di Presidium sebagai anggota, mengetuai Komisi Teologi dan melanjutkan pendampingan terhadap Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (PKKI) dengan menjadi Uskup Penasehat (Episkopal Advisor) Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (BPN PKKI).

Seperti diketahui dari 37 Keuskupan di Indonesia, ada dua Keuskupan yang lowong, tanpa Uskup (bahasa Latin: sede vacante) dan dikepalai oleh pejabat sementara yang mewakili Bapa Suci (Administrator Apostolik). Keuskupan Bandung (Uskupnya dipindah ke Semarang) dijabat sementara oleh Uskup Agung Jakarta dan Keuskupan Tanjung Karang (Lampung) yang lowong karena Mgr. Henrisoesanto pensiun dipercayakan kepada Mgr. Aloysius Sudarso SCY, Uskup Agung Palembang sebagai “Administrator Apostolik”.

Tiga tugas berbeda di KWI sekaligus di samping tugas utama sebagai Uskup diosesan tentu saja memakan banyak waktu dan tenaga. Namun pengalaman selama 3 tahun terakhir membuktikan bahwa para pastor di paroki dan Komisi-komisinya masing-masing serta Dewan Harian Keuskupan (Curia) bekerja dengan sangat rajin dan penuh dedikasi sehingga pelayanan kepada umat tidak terabaikan meskipun Uskup diosesan termasuk Uskup yang “biasa di luar” alih-alih Uskup yang luar biasa. Terimakasih kepada KWI atas kepercayaan yang diberikan, apresiasi, penghargaan yang tinggi kepada para pastor dan umat atas kerjasama dan pengertiannya.

Selamat memasuki masa Adven dan mempersiapkan Perayaan Natal 2012. Selamat menyongsong Tahun Baru 2013. Kita songsong hari esok yang berisi, bermakna, serta mencerahkan. Tuhan memberkati kita, usaha, pekerjaan kita.


Banjarmasin,
Pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam
25 November 2012


Mgr. Petrus Boddeng Timang
Uskup keuskupan Banjarmasin

Jumat, 23 November 2012

Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 Tentang Ekopastoral



 Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 
Tentang Ekopastoral
“Keterlibatan Gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan

Pendahuluan                                                    
1. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari tanah” (Mzm. 104:14). Yang dikutip untuk mengawali Pesan Pastoral ini adalah Mazmur Pujian atas keagungan Tuhan yang tampak dalam segala ciptaan-Nya. Pujian itu mengandung kesadaran iman pemazmur akan tanggungjawab dan  panggilannya untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan, dengan mengusahakan keselarasan dan perkembangan seluruh ciptaan (Kej 2:15). Inilah kesadaran Gereja juga.  Sadar akan pentingnya tanggungjawab dan panggilan tersebut, para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan Pesan Pastoral sebagai buah dari sidang yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 15 November 2012.

Kondisi yang memprihatinkan
2.  Alam semesta  dan manusia  sama-sama diciptakan oleh Allah karena kasih-Nya, sehingga manusia tidak bisa tidak menyadari kesatuannya dengan alam. Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan mengolahnya secara bertanggung jawab. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia dan seluruh makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan hidup sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej 1:10.12.18.21.25.31) dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara.

3. Alam semesta bukanlah obyek yang dapat dieksploitasi sesuka hati tetapi  merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan  dari kehidupan manusia. Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan  status sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.  Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil,  dikelola dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.

4. Tetapi kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu,  dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab.  Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Gereja peduli
5. Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat  harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi seluruh umat manusia. 
6. Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul “Bangkit dan Bergeraklah” yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.

Gereja meningkatkan kepedulian
7. Kami mengajak seluruh umat untuk  meneruskan langkah dan meningkatkan kepedulian dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan ekopastoral untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh karenanya, komitmen ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama, baik dalam Gereja sendiri maupun dengan semua pihak yang terlibat dalam pelestarian keutuhan ciptaan.  
8.Pada akhir Pesan Pastoral ini, kami akan menyampaikan  beberapa pesan:
8.1.Kepada saudara-saudari kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik : kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah lebih diperketat.
8.2. Kepada saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam  akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu, usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih didukung.  
8.3. Kepada umat kristiani sekalian : umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus baru, khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan  kesadaran dan perilaku yang peduli lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum terkait dengan hak hidup dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar  dalam gerakan penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
9. Tahun Iman yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2012, antara lain mengingatkan kita untuk mewujudkan iman kita pada Tuhan secara nyata dalam tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian tanggungjawab dan panggilan kita untuk memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud iman makin dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan kian diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap dan gerakan ekopastoral kita menjadi kesaksian kasih nyata dan “pintu kepada iman” yang “mengantar kita pada hidup dalam persekutuan dengan Allah” (Porta Fidei, No.1). Kita yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan dan mendapat dukungan semua pihak yang berkehendak baik.

Penutup
10. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang telah setia menekuni, mengusahakan dan memperjuangkan kelestarian keutuhan ciptaan dengan caranya masing-masing. Semoga Allah yang telah mencipta segala sesuatu, senantiasa memberkati rencana dan usaha kita bersama ini.
Jakarta,  15 November 2012

P R E S I D I U M
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,


Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal