Selasa, 08 Mei 2012

BEBERAPA SEGI DALAM SPIRITUALITAS IMAM


BEBERAPA SEGI DALAM SPIRITUALITAS IMAM [*]

Oleh : Mgr. Petrus Boddeng Timang

           
            Membina spiritualitas imamat dewasa ini  merupakan kesulitan tersendiri bagi imam, baik yang biarawan maupun yang diosesan. Bagaimana pun juga selalu harus ada empat dimensi pokok dalam kehidupan seorang imam, yaitu triniter, ekslesial, misioner dan marian. Dimanakah letak kekhasan spiritualitas  imam? Menurut hemat saya, itu terletak pada sikap hidup dan kepekaan imam tersebut dalam menghadapi situasi jemaat di mana ia ditugaskan. Dibutuhkan kreativitas yang terus menerus dari imam tersebut untuk menghayati hidupnya dalam melayani umat. Jaman dan umat, menuntut seorang pastor menjalankan tugas perutusannya dengan sebaik-sebaiknya serta berani mengesampingkan apa yang menjadi kepentingan  dan keinginan pribadinya.

1.  SPIRITUALITAS PELAYANAN

            “Dengan menerima tahbisannya imam menjadi serupa dengan Kristus” ( PO 12 ). Maka hidup seorang imam berpola dan bersumber  pada Yesus, pada ajaran dan apa yang telah diperbuat olehNya. Ia wafat dan bangkit untuk menyelamatkan umat manusia.

            Titik tolak pelayanan para imam adalah Yesus sendiri. Pola dan dasar pelayanan seorang imam adalah Yesus. Para imam telah “ditangkap” oleh Yesus. Sehingga karena pengenalannya dengan Yesus itu, yang dahulu dianggap berharga kini dianggapnya sampah ( bdk Flp 3 : 7 – 8 ).  Pelayanan imam  berpangkal pada daya tarik pribadi Yesus sendiri. Maka  apa yang diwartakan oleh para imam  bukan sekedar pewartaan tentang ini dan itu; pewartaan itu hendaknya ditimba dan mengalir dari dalam, dari cinta Yesus sendiri ( bdk Luk 22 : 24 – 26; 1 Ptr  5 : 1 – 3 )

2.  DOA PRIBADI DAN KESUCIAN  IMAM

            Doa merupakan  sumber dan puncak kehidupan seorang imam. Dalam kenyataan banyak imam cenderung kurang memperhatikan kebutuhan yang satu ini. Imam sering berdalih “doa saya ya bekerja ini” atau  “saya terlalu sibuk, jadi doa saya ialah bekerja atau melakukan yang saya kerjakan ini”,  dan masih banyak lagi. Tetapi apakah memang demikian?
           
            Apa yang terpenting bagi seorang imam adalah adanya hubungan secara pribadi dan mesra dengan Yesus sendiri; menimba kekuatan dari padaNya, dan mohon berkat atas karya yang dilakukannya. Seorang imam perlu belajar menyisihkan waktu di terngah segala kesibukannya untuk “bertemu dan berkcakap-cakap dengan Yesus”. Apabila doa sudah hidup dalam diri seorang imam, maka wujudnya pun akan dirasakan oleh umat, dan   dari   sinilah   umat   dapat   pula  mengalami  kesucian  seorang  imam.  Maka perlu
ditumbuhkan dalam diri seorang imam rasa tergantung pada Tuhan dan kebutuhan untuk selalu mohon bimbinganNya dalam melaksanakan tugas panggilannya.


3.  KENDALA PSIKOLOGIS DALAM MEMPERJUANGKAN KESUCIAN IMAM

            Dalam menanggapi panggilan dan tawaran Allah, hidup seorang imam tentu diperhadapkan pada  berbagai kendala atau rintangan. Untuk dapat mengatasi dan memanfaatkan kendala-kendala tadi dalam penghayatan hidup yang khusus itu, dituntut pengorbanan dan pengingkaran diri, perlu dibina sikap lepas bebas, hal mana membutuhkan waktu dan proses yang panjang.

            Rasa ingin selalu dihormati, berhasil, dipuji dan diperhatikan, takut gagal, kebutuhan akan teman khusus dan lain sebagainya, selalu ada dalam diri dan merupakan kebutuhan setiap orang. Namun demikian, seorang imam diharapkan mampu menguasai perasaan-perasaan itu dan bukan sebaliknya perasaan-perasaan dan keinginan itu menguasai dirinya. Apabila telah hanyut dalam situasi itu, panggilannya boleh dikatakan tidak murni lagi. Karena dalam menjalakan tugas, sesungguhnya kepentingan dirilah yang terus-menerus dicari.

            Dari seorang imam dituntut sikap mawas diri, selalu melihat dan merefleksikan kembali motivasi panggilan yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Imam perlu juga terus-menerus memohon kepada Tuhan rahmat selibat, kemiskinan dan ketaatan sebagai konsekwensi hidup imamat supaya dapat menjalaninya bukan dengan keterpaksaan  tetapi dengan penuh syukur dan kegembiraan.

            Sikap lepas bebas itulah yang terus menyadarkan  imam bahwa dirinya pun hanyalah sekedar salah satu alat yang dipakai Tuhan. Dia telah memberi hidup dengan cuma-cuma, maka pelayanan dan pengabdian imam hendaknya juga diberikan  dengan cuma-cuma sebagai wujud nyata cinta Tuhan kepada umatNya,  yang sangat mendambakan uluran kasih.

4.  ONGOING FORMATION DAN UPDATING

            Dalam menanggapi tuntutan jaman yang berkembang demikian pesatnya, dari seorang imam dituntut suatu sikap mau belajar terus-menerus. Dengan belajar terus menerus, dia tidak lagi terpaku pada apa yang diyakininya sendiri tetapi berani terbuka pada kenyataan-kenyataan  misalnya bahwa semakin banyak awam yang semakin dan lebih pandai. Maka menanggapi hal yang demikian itu dituntut kearifan seorang imam bagaimana melibatkan kaum awam sebagai mitra kerja dalam membangun umat Allah. Tidak berarti seorang imam kehilangan “kuasanya”. Para imam tetap menjadi motor dan inspirator dalam perkembangan dan pendalaman iman umat.

            Tetapi untuk menunjang itu semua, dari seorang imam dituntut  adanya sikap rendah hati, mau dikritik serta menerima saran dari umat. Lebih dari itu, seorang imam hendaknya terus menerus menggali sumber yang tak pernah kering yaitu Yesus sendiri dalam  rangka menjalin hubungan  secara lebih pribadi dalam pelayanan rohani kepada umat.


                                                                                             Banjarmasin, 04 Agustus 2009.
                                                                                             Petrus Boddeng Timang
Uskup Keuskupan Banjarmasin


[*] Pengantar Rekoleksi imam-imam Keuskupan Banjarmasin, 04 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar