Senin, 18 Juli 2011

Mama, Papa, Selamat Paskah!



Mama, Papa, Selamat Paskah! Gerimis terus turun membasahi pertiwi. Yah…, seperti sudah menjadi sebuah tradisi yang terus terjadi setiap menjelang malam Paskah. Entah, sebuah fenomena alam ataukah ada pesan illahi yang terkandung di dalamnya. Mungkin Tuhan sedang berbicara kepada kita, dan entah…kitanya yang sudah bebal termakan oleh segala kebingungan akal kita ataukah hati kita yang juga mulai tumpul untuk mengenalnya, yang membuat kita tidak mengerti. Hawa segar dan dingin seolah ingin meredamkan segala prahara yang berkecamuk di dunia ini. Prahara yang muncul lantaran manusia saling menjatuhkan, saling menyakiti. Nyawa yang sedari semula hanya menjadi milik Tuhan, dengan seenaknya dipermainkan oleh tangan-tangan manusia.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.00, namun aku masih terpekur di dalam kamar memandangi derai air hujan dari balik cendela. Aku belum tergerak untuk melangkah ke kamar mandi. Udara dingin semakin membuatku betah berlama-lama di tempat tidur. Benar barangkali apa yang dikatakan oleh dosen psikologiku, bahwa pada dasarnya setiap manusia ingin selalu mencari kehangatan. Ha…ha.., itu barangkali yang membuat aku dulu sempat selalu mencari perhatian waktu ia mengajar. Orangnya manis, smart, dan kelihatan dewasa banget sih. Ah.., itu kan katanya dosenku. Hanya teori saja. Toh, manusiakan sangat kompleks, tidak bisa direduksi pada teori-teori saja. Dalam dirinya ada sesuatu yang transenden, sesuatu yang mengatasi daya ratio manusia. Ada sisi terdalam, ada yang namanya…. Uh.., sudahlah! Aku kok malah berteori sana-sini. Yang jelas, aku masih malas mandi. Itu saja.

30 menit telah berlalu. Aku masih bimbang untuk beranjak. Satu setengah jam lagi misa malam Paskah dimulai. Yah, kemeriahan akan segera dimulai. Mulai dari koor yang meriah. Terop di depan gereja. Hiasan yang sangat mengagumkan, entah habis berapa ratus atau malah jutaan untuk dekorasi semeriah itu. Belum lagi makanan yang disediakan untuk semua umat selesai misa. Wow…, benar-benar pesta yang sangat besar. Orang-orang berdatangan dengan busana terbaik mereka. Di mana-mana tercium semerbak harum bau parfum mahal. Tapi, apa mereka yang datang ke gereja itu tahu artinya Paskah ya? Bagiku, Paskah tak lebihnya sarana reuni saja. Berjumpa dengan teman-teman lama. Ngobrol sana-sini. Sudah, habis.

Makna Paskah kiranya telah hilang bertahun-tahun yang lalu. Kadang kerinduan itu kembali muncul. Pergi ke gereja bersama mama, papa, dan kedua adikku. Usiaku saat ini memang sudah tidak muda lagi, karena sudah seperempat abad. Tapi, rasa kasih sayang, rasa cinta yang harusnya aku miliki, telah terambil dari padaku di saat aku belum puas menerimanya. Di waktu aku, dan tentunya juga kedua adikku, masih membutuhkan kasih sayang mereka berdua. Masih teringat jelas dalam benakku, di saat menjelang malam Paskah, kami disibukkan untuk menyelesaikan tugas yang seolah-olah telah menjadi bagiannya masing-masing. Mama seharian pasti di dapur mempersiapkan segalanya untuk pesta keluarga sepulang dari misa Paskah. Sedangkan papa sibuk dengan mobil tua kesayangannya. Aku sendiri menemani mamaku di dapur, dan kedua adikku bermain kesana-kemari, seolah-olah tidak mau ketinggalan untuk terlibat dalam kesibukan hari itu. Hari itu memang hari yang istimewa, karena kami bekerja sendiri secara bersama.
“Inilah yang namanya Paskah nak. Jadi, Paskah itu tidak hanya sebatas perayaan ekaristi di gereja, terus selesai. Paskah itu ya seperti ini. Ada canda, ada tawa, ada kegembiraan, ada cinta, ada kebersamaan, ada …”
“Ada makan,” sahut papa dari garasi.
Ha…ha…, kami semua hanya bisa tertawa bersama. Dan memang, saat-saat seperti itu aku merasakan bahwa kekuatan cinta sungguh hadir di dalam keluargaku. Sebuah kekuatan yang membuat Yesus mau memberikan nyawaNya untuk kita. Yang membuatNya mampu mengalahkan maut. Itulah kekuatan cinta.

Ya Tuhan, mengapa kenangan itu selalu muncul di saat-saat seperti ini? Tak jarang, aku hanya bisa menangis sendiri, ketika kenangan-kengan itu kembali muncul. Hatiku berontak, ingin kembali ke masa lalu, dan merubah segalanya. Kenangan indah itu hilang ketika kedua orang tuaku tiba-tiba memutuskan untuk bercerai delapan tahun yang lalu. Mulai saat itu, rasanya dunia menjadi kelam. Aku sendiri sampai saat ini belum mengerti juga mengapa mereka berdua mengambil keputusan seperti itu. Mama bercerita padaku katanya papa ada maen dengan wanita lain. Sedangkan papa menerimanya saja, karena baginya buat apa mempertahankan keluarga kalau sudah tidak ada rasa saling mempercayai lagi. Sampai sekarangpun aku masih belum mengerti. Papa sampai sekarang toh juga tidak menikah lagi, dan mama juga masih tetap hidup sendiri juga. Apa yang ada dipikiran orang dewasa memang tidak mudah dimengerti. Kedua adikku masing-masing ikut dengan papa dan mama. Sedangkan aku sendiri ikut dengan nenek, karena memang sejak awal aku tidak setuju dengan perceraian mereka. Pilihanku hidup dengan nenek sebenarnya mau menunjukkan sikapku itu.
“Maafkan kami ya nak.” Hanya kata itu yang masih terngiang di benakku saat mama meninggalkanku.
“Mama percaya kamu sudah dewasa, dan tahu mana yang terbaik.”
Aku memang sudah dewasa, sudah tujuh belas tahun. Sudah punya SIM dan KTP. Tapi, apakah cinta, kasih sayang yang harusnya aku terima hanya diukur oleh SIM atau KTP? Setelah orang dianggap dewasa lantas dianggap sudah tidak membutuhkannya lagi? Betapa egoisnya mereka waktu itu. Tapi, kembali gerundelan itu tak mampu kukatakan karena lidahku terasa kelu, dan mulutku terkatup, masih belum percaya akan apa yang sebenarnya terjadi.

Malam ini, kembali aku untuk pergi ke gereja seorang diri. Dan untuk yang kedelapan kalinya aku pada malam Paskah ini kembali berdoa: Tuhan, satukanlah keluargaku. Doa yang selalu aku ulangi setiap malam Paskah. Tidak ada hal lain yang aku kehendaki, selain kami berkumpul bersama kembali. Merayakan Paskah bersama lagi. Entah sampai kapan aku harus bertahan. Sampai tahun depan, depannya lagi, depan depannya lagi….., ataukah sepulang misa malam Pakah ini semuanya akan kembali baik? Tuhan, malam ini Engkau telah bangkit. Maut Kaukalahkan. Kuasa jahat hancur oleh kuasaMu yang mahaagung. Sukacita keselamatan Kauberikan. Aku mohon, berilah sukacita itu dalam hatiku, dalam keluargaku. Bangkitlah dalam hati mamaku, papaku. Mama…, Papa…, Selamat Paskah!

malang, 03-2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar