Sabtu, 16 Juli 2011

Membangun Iman Keluarga: Membangun Iman Gereja Universal



Ada ungkapan bijak yang mengatakan, “Kalau engkau mau mengubah dunia, ubahlah dirimu sendiri dulu.” Atau dengan ungkapan yang lain, dalam Kitab Suci dikatakan, “… engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat 25:21). Atau juga seorang kudus, St Theresia dari Kanak-Kanak Yesus, mengajarkan tentang “Jalan Kecil”. Hal-hal sederhana sehari-hari sebagai jalan menuju kekudusan diri. Semuanya bagi saya menyiratkan satu hal yang sama, bahwa segala hal yang besar dibangun dari hal-hal yang kecil.

Hakekat Keluarga (Katolik)
Allah telah menciptakan manusia sejak awal mula (Kej 1) karena cintaNya yang mahabesar. Cinta Allah yang besar itu juga memanggil setiap manusia untuk membagikannya kepada sesama manusia dan segala makhluk. Sebuah bahtera keluarga merupakan wujud konkret dari persekutuan cinta antara dua pribadi, pria dan wanita, yang saling mau memberikan diri seumur hidup. Hidup mereka diikat oleh apa yang dinamakan ikatan perkawinan.

Perkawinan Katolik, sebagai sebuah dasar yang membangun suatu keluarga Katolik mempunyai sesuatu yang khas. Dalam KHK (Kitab Hukum Kanonik) 1983 Kanon 1055 dikatakan: “Dengan perjanjian, pria dan wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya, perkawinan itu terarah pada kesejahteraan suami isteri serta kelahiran anak; oleh Kristus Tuhan, perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen”.

Cinta Kristus sendiri yang menjadi dasar suatu perkawinan Katolik (bdk. Yoh 15:9-17; Ef 5:22-33). Dalam sebuah keluarga Katolik, cinta Kristus itu nampak dari cinta antara suami isteri dan anggota keluarga yang dibangun secara timbal balik, total, maupun juga menyeluruh.

Dalam membangun hidup berkeluarga, keluarga-keluarga Katolik harus sungguh-sungguh berusaha memberi kesaksian hidup, menjadi sakramen, tanda keselamatan dan menghadirkan Kerajaan Allah. Keluarga-keluarga hendaknya menciptakan damai, sukacita, pengampunan, cinta kasih, kerelaan berkurban (bdk. FC 47).

Keluarga Katolik sebagai sebuah “Domus Ecclesiae”
Sebagai sebuah persekutuan orang-orang beriman yang hidup serumah, keluarga-keluarga Katolik sebenarnya kembali menghadirkan kelompok umat seperti itu yang sudah ada dan berkembang sejak abad-abad pertama dan pada masa penganiayaan. Mereka selalu berkumpul di rumah-rumah keluarga dan menyebut dirinya “Umat Baru” (Rom 16:5, 1Kor 16:19, Kol 4:15).

Setiap keluarga Katolik adalah Gereja yang hidup, karena Kristus berada di tengah-tengah mereka, ketika mereka makan bersama, berdoa dan berusaha menyesuaikan hidup mereka dengan kehendakNya. Iman Katolik dengan segala keutamaannya ditanam dalam hati putra-putri melalui kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung dalam keluarga (doa bersama, perayaan ekaristi, makan bersama, memasang salib dan gambar orang kudus, pembicaraan-pembicaan, bantuan-bantuan bagi yang memerlukan).

Dalam dokumen “Familiaris Consortio”, Paus Yohanes Paulus II sangat menekankan pentingnya “Gereja Rumah Tangga” ini.

Iman Keluarga, Basis Iman Gereja Universal
Sebagai sebuah “Gereja”, maka keluarga-keluarga Katolik dipanggil untuk memperhatikan dan meningkatkan mutu iman di tengah keluarga. Peningkatan mutu iman keluarga ini bisa diraih dengan senantiasa menyadari hakekat perkawinan Katolik, membangun kesatuan antar pribadi, menghormati dan mengabdi kepada kehidupan, menciptakan suatu suasana kerasan “at home”.

Di dalam keluarga Katolik hendaknya juga ditanamkan dan ditumbuhkan semangat misioner Gereja. Orang tua wajib membangun semangat berdoa anak sejak dini dan membangun jalinan hati dengan Allah dalam doa-doa bersama, misalnya di meja makan maupun doa malam. Semangat mewartakan Injil juga perlu mulai ditumbuhkan sejak di keluarga. Dengan membiasakan mereka mendengarkan, membaca maupun berdoa melalui Kitab Suci.

Keluarga merupakan sekolah dan tempat pendidikan dasar yang paling utama. Di tengah-tengah keluarga anak-anak diajari disiplin diri, ketekunan serta ketabahan dan tanggung jawab, nilai-nilai keadilan dan kejujuran, sikap toleransi dan saling menolong, dan lain sebagainya. Pada dasarnya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pendidikan dan penanaman nilai-nilai kehidupan. Sedangkan pendidikan di rumah itu akan menjadi lebih bernilai ketika dibarengi dengan teladan orang tua. Ada pepatah Latin yang mengatakan: “verba movent, exempla trabunt”, kata-kata mendorong dan teladan menarik.

Akhirnya, dengan membangun iman di tengah keluarga, maka kitapun sudah turut serta membangun wajah iman Gereja Universal. Laksana sel-sel kehidupan yang membangun sebuah organisme hidup, maka keluarga-keluarga Katolik itu juga laksana sel-sel iman yang membangun Gereja. Mulailah membangun iman putra-putri di tengah keluarga anda, maka anda akan telah turut serta membangun wajah Gereja masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar